Pakar Ilmu Sosial di Konvensi HIPIIS: Perlu Keseimbangan Pembangunan Infrastruktur dan SDM
Author : Humas | Jum'at, 09 Agustus 2019 09:57 WIB
|
Para pembicara sesi pertama Konvensi Ilmu-ilmu Sosial Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPISS) (Foto: Mirza/Humas) |
Sesi pertama Konvensi Ilmu-ilmu Sosial Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial (HIPISS) di Universitas Muhammadiyah Malang, Kamis (8/8), fokus menanggapi isu perihal respon ilmu sosial yang terkait dengan Pembangunan Infrastruktur dan Implikasinya terhadap Perubahan Sosial. Konvensi yang dimoderatori Dr. M. Alfan Alfian ini menghadirkan Prof. Dr. Ravik Karsidi, Dra, Fransisca Saveria Sika Ery Seda, MA, PhD (Sosiolog UI), dan Prof. Dr. Bagong Suyatno, (Sosiolog Unair).
Sosiolog UI Ery Seda dalam pemaparannya menyebut ada beberapa implikasi sosial dari pembangunan infrastruktur yang perlu diperhatikan lebih jauh oleh para pegiat ilmu-ilmu sosial. Secara umum, implikasi pembangunan infrastruktur diharapkan dapat mendukung pengentasan kemiskinan, menciptakan lapangan kerja, pemerataan hasil pembangunan untuk mengurangi kesenjangan wilayah, memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi secara langsung, serta meningkatkan konektivitas.
“Yakni meningkatkan produktivitas, efisiensi, dan pelayanan sistem logistik nasional bagi penguatan daya saing bangsa di lingkup global yang berfokus pada keterpaduan konektivitas daratan dan maritim, mengurangi disparitas antar wilayah, antar kawasan, dan antar pendapatan masyarakat termasuk masyarakat miskin dalam upaya pemerataan pembangunan. Serta, menggerakkan ekonomi riil serta menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar khususnya di sektor jasa konstruksi,” papar Ery.
Namun sebaliknya, pembangunan infrastruktur juga memiliki implikasi negatif. Dua kasus yang dipaparkan Ery di antaranya konflik Agraria karena pembebasan lahan. Seperti pada kasus yang terjadi di pembangunan infrastruktur Trans Papua dan kasus pembangunan Trans Jawa. Disebutnya, pembangunan infrastruktur ini berpotensi menimbulkan deagrarianisasi serta mendorong urbanisasi. “Dari kasus ini kita perlu membedakan, secara konseptual tentang dampak dengan perubahan sosial,” kata Ery.
Sementara, Ketua dewan pertimbangan HIPISS Prof. Dr. Ravik Karsidi menyebut, pada periode kedua ini pemerintag telah mencanangkan prioritas pembangunan Infrastruktur dan pengembangan sumberdaya manusia. “Untuk investasi infrastruktur kembali modalnya akan berlangsung lama, sementara pengembangan SDM modal malah mungkin tidak akan kembali, tetapi merupakan sesuatu yang wajib diadakan agar kita bisa mengikuti perkembangan dunia yang menuntut berubah,” kata Ravik.
Di sisi lain, Sosiolog Unair Prof. Dr. Bagong Suyatno justru mengkritik fokus pembangunan infrastruktur dengan mengajukan pertanyaan tentang siapa yang diuntungkan dalam pembangunan infrastruktur. Menurutnya, di setiap pembangunan infrastruktur selalu ada pihak yang diuntungkan dan bahkan dirugikan. “Kalau satu daerah yang kurang maju dihubungkan melalui sebuah infrastruktur ke daerah yang lebih maju, apakah selalu menguntungkan daerah yang kurang maju?” ungkapnya.
“Kuncinya adalah pada peningkatan kualitas SDM-nya. Sejalan yang dikatakan Pak Ravik, agar pembangunan infrastruktur bisa menghasilkan dampak positif bagi perubahan sosial yakni diperlukan integrasi yang baik di bidang infrastruktur, ekonomi, sosial dan administrasi. Selain itu juga diperlukan strategi khusus membangun SDM melalui reformasi bidang pendidikan, mental dan birokrasi khususnya capability yang mampu menyesuaikan tuntutan baru perubahan sosial,” tandas Bagong.(can)
Shared:
Komentar