Pakar Psikologi UMM: Pola Asuh Orang Tua Menjadi Penentu Karakter Anak

Author : Humas | Sabtu, 13 April 2019 11:31 WIB
Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi. (Foto: Mirza/Humas)

Maraknya praktik intimidasi hingga perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan akhir-akhir ini menjadi warning bagi Pemerintah. Tentu saja, berbagai daftar kejadian tersebut membuat sebagian masyarakat geram sambil mengelus dada. Salah satunya yang sedang hangat dibicarakan ialah kasus pengeroyokan dan bullying terhadap Audrey, siswi sekolah SMP di Pontianak, Kalimantan Barat.

Pertanyaannya, bagaimana pola asuh orang tua terhadap anaknya? Diana Savitri Hidayati, S.Psi., M.Psi., pakar Psikologi Klinis Anak & Ketahanan Keluarga Fakultas Psikologi (FaPsi) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menerangkan, dari sisi tersebut kejadian tersebut sangat berkaitan dengan pola asuh orang tua mereka. “Karena masih di bawah umur semua, jadi tanggung jawab ada di orang tua,” tutur Diana.

Terkait dengan bagaimana orang tuanya mengasuh juga melakukan pengawasan ke grup bermain yang menjadi tempat di mana si anak bertumbuh kembang. “Jangan-jangan pelaku tak menemukan kenyamanan di rumah, dan menemukan kenyamanan di luar,” jelasnya. Kebetulan, lanjut, grup pelarian mereka di mana tempatnya bermain cenderung negatif.

Baca juga: UMM Runner Up Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia

Yang perlu dipahami, jika kekerasan, ancaman, atau paksaan untuk menyalahgunakan dilakukan berulang terhadap orang yang sama, maka baru dapat dinamakan bullying. Jika sekali, belum bisa dikatakan bully tetapi intimidasi. “Kalau sudah masuk ke tindakan kriminal, itu ranah hukum. Dalam kasus Audrey, Psikologi memandang ada yang salah dengan pola asuh yang diterima pelaku dari orang tua mereka,” ungkapnya, Jumat (12/3).

Diana turut prihatin dengan aksi pengeroyokan terhadap Audrey. Menurut Diana, fase usia sekolah menengah pertama dan atas adalah masa di mana anak-anak mencari pengakuan dan jati diri. Masa-masa tesebut perlu dampingan intensif orang tua. Bahayanya, bila tak didampingi, anak akan menafsirkan berbagai hal dengan kemampuan terbatasnya.

Baca juga: Keren! Aplikasi Ini Buat Mafa Terpilih Jadi Duta Anti Narkoba

Keluarga ideal adalah keluarga yang demokratis. Orang tua, kata Diana, harus berperan sebagai sosok pendengar yang baik. Anak juga selayaknua diberi kesempatan untuk berkontribusi di setiap pengambilan keputusan di keluarga. Orang tua dapat membebaskan anaknya untuk berbuat apapun, namun tetap di bawah kontrol orang tua. Juga, melarang disertai dengan alasan yang dapat dipahami anak.

Pola pengasuhan demikian, disebut Diana, cukup untuk membuat anak nyaman di rumah. Dengan mengkontrol perkembangan anak oleh orang tuanya, bukan berarti tidak menaruh kepercayaan kepada anak. Namun, pungkas Diana, sebagai orang tua sudah menjadi kewajiban untuk memahami bagaimana anak bertumbuh kembang. “Sayangnya tidak ada sekolah untuk menjadi orang tua,” tandas Diana. (mir/can)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image