Prof. Dr. H. A. Malik Fadjar, M.Sc. (Foto: Rino/Humas) |
SESEPUH Muhammadiyah yang juga Anggota Dewan Pertimbangan Presiden Republik Indonesia periode 2014-2019, Prof. Dr. H. A. Malik Fadjar, M.Sc. didapuk memberi Mukaddimah dalam gelaran Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah 2020 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Sabtu (8/2), di Aula GKB IV UMM.
“Muhammadiyah di tengah-tengah pergolakan di semua aspek kehidupan terus tumbuh berkembang. Usia 108 tahun bagi sebuah ormas bukanlah (capaian) usia yang gampang. Yang perlu digaris bawahi adalah bukan sekedar usianya yang panjang, tapi real dengan amal yang nyata,” ungkap Malik di hadapan hadirin.
Sebagai orang tua di Muhammadiyah, Malik mengajak para hadirin yang datang untuk kilas balik pada gelaran Muktamar Muhammadiyah dari masa ke masa. Utamanya, dinamika yang diikutinya pada gelaran Muktamar Muhammadiyah di usia setengah abad di Senayan yang hendak menghadirkan Presiden Bung Karno.
Baca juga: Rektor UMM Buka Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah 2020
Dengan segala tantangan yang dihadapinya saat itu, hajat musyawarah tertinggi Persyarikatan akhirnya bisa dibuka oleh Bung Karno. “Kehadiran Bung Karno memberi makna tersendiri bagi perjalanan Muhammadiyah di masa-masa sulit ketika itu. Karena yang dihadapi ketika itu adalah partai politik Komunis,” kenang Malik.
“Muktamar itu tempat menggelar pikiran-pikiran besar, tempat menggelar pandangan-pandangan jauh kedepan dan luas. Meski tiap muktamarnya mengalami tantangan-tantangan, Muhammadiyah tetap solid. Itu yang harus dijaga. Muhammadiyah juga tidak bisa diintervensi,” sambung Malik menggebu.
Malik lantas menitipkan sejumlah pesan untuk Muktamar. Yang pertama fatsun atau etika selama bermuktamar yang harus dijaga. Kedua, isu-isu kontemporer harus selalu dibicarakan. Misalnya masalah di dalam negeri seperti masalah lingkungan hidup, Muhammadiyah juga harus peduli. Ketiga, menggiatkan gerakan literasi.
Baca juga: Kisah Galang, Mahasiswa UMM yang Rela Kurangi Jam Tidur Demi Raih Mimpi
Kembali ditegaskan Malik yang juga Ketua Badan Pembina Harian (BPH) UMM ini, Muktamar ke-48 ini harus menjadi barometer Muhammadiyah untuk berkiprah kedepan. Dengan cara pandang, cara berpikir, mindset kita yang maju. Hasil Muktamar ini harus mampu menyelesaikan masalah-masalah keumatan.
“Jadikan Muktamar ini sebagai ajang menatap ke depan dan melangkah membawa Sang Surya sebagaimana yang dinyanyikan. Indonesia Raya dengan Sang Surya itu hampir-hampir mirip semangatnya. Indonesia Raya untuk membangun Indonesia, sementara Sang Surya untuk menggerakan Muhammadiyah,” tandas Malik. (can)