Para peserta MLC berfoto bareng selepas kegiatan. |
SEBANYAK 30 peneliti muda hak asasi manusia yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia tengah disiapkan oleh Pusat Studi Agama dan Multikuluralisme (PUSAM) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk menjadi aktivis hak asasi manusia (HAM) dan perdamaian internasional.
Bekerjasama dengan Oslo Coalition-Norwegian Center for Human Rights, the University of Oslo, Norwegia dan International Center for Law and Religion Studies, Brigham Young University, USA para peneliti itu mengikuti Master-Level Course (MLC) on Sharia and Human Rights yang diadakan pada 24 hingga 28 Juli 2017.
MLC merupakan tahap pertama dari dari program studi jangka pendek setingkat master ini. Selanjutnya, selepas acara hingga September 2017, mereka diminta melakukan riset tentang berbagai isu-isu HAM terkini yang berkembang di masyarakat. Selanjutnya pada akhir September, para peneliti bertemu kembali untuk mempresentasikan penelitian mereka di hadapan para pakar HAM nasional dan internasional.
Para pakar HAM internasional yang terlibat dalam program ini di antaranya Prof Tore Lindholm dan Lena Larsen PhD (Oslo Coalition, Norwegia), Prof Brett Scharffs (Bringham Young University, USA), Prof Heiner Bielefeldt (PBB) Prof Jeroen Tempermen (Erasmus University Rotterdam, Belanda), dan Prof Mun’im Sirry (University of Notre Dame, USA).
Wakil Rektor I UMM Prof Dr Syamsul Arifin MSi menjelaskan, MLC merupakan program yang fokus pada isu-isu kekinian seputar HAM dan syariah. Mulai dilaksanakan sejak 2011, hingga saat ini program MLC telah memasuki angkatan ketujuh. Tujuan diselenggarakannya kegiatan ini di antaranya membuka kesadaran pada para pegiat HAM terhadap berbagai problem HAM di Indonesia dan internasional, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan syariah atau hukum Islam
Bagi Prof Heiner Bielefeldt, pelanggaran HAM bisa terjadi di mana saja, dan melalui modus apa saja. Bisa lewat birokrasi, sekolah, tempat kerja, dengan melibatkan isu agama, kekerasan, dan terorisme.
“Dalam konteks masyarakat Indonesia yang religius, tantangannya tentu lebih beragam, karena isunya bisa meluas pada pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan,” kata Heiner yang juga merupakan guru besar HAM di University of Erlangen, Jerman.
Para peserta yang mengikuti acara ini merupakan hasil seleksi dari ratusan pendaftar se-Indonesia. Mereka terdiri dari aktivis mahasiswa, dosen, peneliti, dan pegiat HAM yang berasal dari Aceh, Yogyakarta, Banjarmasin, Jakarta, Riau, dan sejumlah kota di Jawa Timur. Salah satu peserta terbaik nantinya akan diberangkatkan ke Norwegia untuk kuliah singkat HAM di University of Oslo. (can/han)