Para pembicara tengah memaparkan materi seputar literasi. (Foto: Aan/Humas) |
BERDASARKAN data Programme for International Student Assessment (PISA), Indonesia berada di peringkat 64 dari 72 negara yang rutin membaca. Bahkan, menurut The World Most Literate Nation Study, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara.
Temuan data ini diistilahkan oleh Dr. Sugiarti, M.Si., ketua program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bahwa generasi Indonesia sekarang rabun membaca dan lumpuh menulis.
Hal ini disampaikan Sugiarti saat agenda program studi PBSI UMM bersama PBSI Universitas Muhammadiyah Sukabumi (UMMI) dalam gelaran seminar nasional dengan tema “Gerakan Literasi Bahasa, Sastra, dan Pembelajaran di Era Industri 4.0”.
“Padahal literasi itu sangat penting. Dengan literasi kita bisa memahami berbagai masalah dalam kehidupan dengan nalar kritis,” tegasnya. Pada seminar nasional ini sekaligus dilakukan kerja sama di bidang akademik antara kedua belah pihak.
Baca juga: Cavaliere dan Wynstelle, Duo Penuh Prestasi PSM Gitasurya UMM
Ditambahkan oleh dosen program studi PBSI UMMI Deden Ahmad Supendi , M.Pd., ia mengatakan bahwa yang perlu digerakkan literasinya bukan hanya mahasiswa sebagai generasi milenial. Namun, dosen juga perlu memperkaya literasi.
Dosen, disebut Deden, tidak cukup mempelajari bidangnya saja. “Dosen ketika mengajar itu harus kaya kasus-kasus terbaru. Bukan kasus-kasus lama yang ada di buku panduan saja,” tegasnya di hadapan ratusan peserta seminar.
Diskusi ini ditutup oleh Dr. Poncojari Wahyono M.Pd dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UMM dengan mengutip surat Al-Alaq. Ia mengatakan bahwa surat pertama yang turun ke Nabi Muhammad SAW saja tentang pentingnya membaca.
Baca juga: Warga Palestina Belajar Budidaya Perairan ke UMM
“Nabi Muhammad SAW itu buta huruf, jadi maksud membaca itu bukan membaca tulisan saja, tapi juga membaca fenomena kehidupan,” paparnya. Demikian dimaksudkan Poncojari, bahwa literasi tidak hanya berhenti pada tekstual.
Poncojari lantas menjelaskan bagaimana Jepang bangkit dari Perang Dunia II dengan menggalakkan gerakan literasi. “Sekarang Jepang berada di atas negara-negara lain. Lihatlah, di jalanan Indonesia dibanjiri mobil dari Jepang,” ujarnya.
Anak-anak kejuruan mampu membuat mobil listrik, tapi mereka akan kalah bertarung di pasaran karena literasi manajemen pemasarannya kurang. Jadi siapapun terlebih dosen, harus memperkaya literasi di bidang apa saja,” tandasnya. (usa/can)