Para Pemateri Ahli dalam gelaran Kolokium (Foto: Istimewa) |
Pertanian merupakan salah satu sektor penggerak roda perekonomian di Indonesia. Namun kecenderungan Indonesia untuk mengimport bahan pangan pokok dari luar negeri masih cukup tinggi. Melihat permasalahan tersebut, Kolokium Doktor Fakultas Pertanian dan Peternakan (FPP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) membahas tuntas mengenai kondisi agribisnis di Indonesia. Acara tersebut diselenggarakan pada Sabtu (13/03) melalui kanal Zoom dan Youtube Agribisnis UMM.
Dalam keynote speechnya, Dr. Jangkung Handoyo Mulyo, M.Ec., mengatakan bahwa tingkat produksi bahan pangan pokok di Indonesia sangat rendah dari tahun ke tahun. Import bahan pangan pokok seperti beras, jagung, kedelai, gula, dan daging juga cukup tinggi di Indonesia.
“Tahun 2019, produksi padi di Indonesia hanya bertumbuh 0,31% sementara produksi padi dunia bertumbuh 1,25%. Di produksi kedelai, Indonesia hanya bertumbuh 2,08% sementara produksi kedelai dunia mencapai 4,1%,” terang dosen Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada tersebut.
Baca Juga : UMM Raih Persentase Tinggi Kelulusan Pendidikan Profesi Guru
Lebih lanjut, Jangkung kembali menjelaskan bahwa index ketahanan pangan Indonesia masih lemah dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Meskipun beberapa tahun ini mengalami peningkatan, Indonesia masih berada di kisaran peringkat tengah.
“Pada Global Food Security Index 2019, ketahanan pangan Indonesia menempati posisi ke 62 dari 113 negara. Sementara Singapore menempati posisi pertama dalam daftar tersebut. Hal ini seharusnya memacu kita untuk meningkatkan akses dan ketersediaan pangan di Indonesia untuk kedepannya,” kata Jakung.
Dalam gelaran kolokium tersebut hadir pula tiga pemateri ahli yakni Dr. Ir. Istis Baroh, M.P., Dr. Ir. Rahayu Relawati, M.M. serta Dr. Ir. Bambang Yudi Ariadi, MM. Dalam materinya, Bambang mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki beberapa permasalahan di bidang agribisnis. Pertama, lemahnya keterkaitan antar masing-masing pelaku agribisnis. Kedua, masih menggunakan cara-cara konvensional dalam pengembangannya. Terakhir, jumlah petani kecil dengan lahan kurang dari satu hektar sangat dominan.
Baca Juga : Student Day UMM, Pacu Prestasi di Tengah Pandemi
“Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut diperlukan sinkronisasi antara pelaku agribisnis dari hulu sampai hilir. Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi juga akan mendorong perkembangan agribisnis di Indonesia. Selain dapat memperbaiki perekonomian Indonesia, agribisnis yang baik juga akan membuka banyak lowongan pekerjaan di Indonesia,” ujar Dosen FPP tersebut dalam paparannya.
Di lain kesempatan, Dr. Ir. David Hermawan, M.P., IPM. selaku Dekan FPP berharap bahwa acara kolokium doctor ini dapat menjadi penerang hati masyarakat. Selain itu juga bisa membuat pembangunan agribisnis nasional kita menjadi berdikari dan mandiri. “Semoga acara ini dapat menjadi pengubah dan penggerak agribisnis nasional. Paling tidak dapat mengurangi permasalahan-permasalahan pangan di Indonesia,” tandasnya. (syi/wil)