Upaya pasangan Capres Cawapres membujuk rakyat untuk memilihnya dalam Pilpres adalah dengan cara berkampanye. Kegiatan kampanye dilakukan tidak hanya oleh Capres dan Cawapres tetapi juga oleh tim sukses dan para pendukung kedua kubu. Hal-hal positif biasanya selalu dikedepankan pada setiap kubu pasangan Capres Cawapres manakala ingin memperkenalkan keunggulan dan kelebihannya.
Tetapi dalam sistem demokrasi seperti ini bentuk kampanye hitam dan negatif biasanya dilakukan satu kubu calon terhadap kubu lainnya. Kampanye hitam diartikan sebagai bentuk kampanye yang menjurus fitnah dan mengada-ngada, sementara itu kampanye negatif adalah informasi, fakta dan data akurat apa adanya yang dapat menjatuhkan kredibilitas calon pesaing disebabkan temuan-temuan itu diungkap kehadapan publik sehingga calon tersebut ketahuan “belangnya”.
Jika kampanye hitam merupakan info, berita dan data bohong, maka kampanye negatif justeru sebaliknya. Contoh kampanye negatif misalnya adalah memberitakan bahwa Jokowi terlahir Kristen dan anak dari seorang keturunan Tionghoa yang ternyata berita itu tidak benar. Sedangkan contoh berita negatif misalnya, Jusuf Kalla (JK) dalam salah satu wawancara terkait penilaiannya atas rencana Jokowi yang akan maju Pilpres pernah mengatakan bahwa jika Negara bisa hancur jika Jokowi memimpin Indonesia. Hal ini menurutnya karena Jokowi belum waktunya untuk maju Capres. Wawancara dilakukan tatkala Jokowi baru saja menjabat sebagi Gubernur DKI yang diembannya masih dalam hitungan bulan.
Ucapan JK ini ada buktinya berupa video rekaman yang diakui oleh bersangkutan, maka apabila video ini diperlihatkan kehadapan publik dapat dikatakan bahwa orang yang menayangkannya telah melakukan kampanye negatif. Meski disebut negatif tetapi bukanlah berita bohong atau mengada-ngada sehingga masyarakat dapat menilai sendiri sikap atau perilaku para calon sebelum rakyat memilih. Oleh karena itu dalam konteks ini kampanye negatif bukanlah sesuatu yang dilarang bagi Negara yang meenganut sistem demokrasi.
Negara-negara yang telah mapan sistem demokrasinya justeru kampanye negatif kerap diungkapkan dan diharapkan masyarakat untuk dibuka setransparan mungkin agar mereka mengetahu kelakuan sebenarnya para calon pemimpinnya itu. Sementara itu kampanye hitam tidak bisa dibenarkan karena tidak ditunjang oleh data dan fakta, sehingga hanya fitnah belaka alias bohong atau sesuatu yang diadaka-adakan. Oleh karena itu kampanye hitam disejumlah Negara demokrasi tidak dilakukan bahkan jika itu dilakukan para pihak yang merasa dirugikan dapat menuntut yang bersangkutan dan para penegak hukum akan segera bertindak tegas dan tanpa pandang bulu.
Jadi penegakan hukum dan aturan sangat diperlakukan dalam sistem demokrasi di suatu Negara, kalau tidak maka demokrasi yang dibangun akan sia-sia karena dapat muncul instabilitas politik yang pada ujungnya berdampak pada sektor penting lainnya seperti ekonomi. Dalam Pilpres kali ini kita banyak menyaksikan tudingan-tudingan dari satu pihak ke pihak yang lain terkait kampenye hitan dan negatif. Manakala tudingan itu tidak dapat dibuktikan maka hal ini bisa dinamakan kampanye hitam. Akan tetapi tudingan itu mesti dibuktikan melalui jalur hukum dengan segera melakukan penyelidikan dan melanjutkan ketingkat penyidikan apabila ditemukan bukti-bukti kuat terkait tudingan tersebut.
Namun dalam konteks ini kerapkali polisi atau kejaksaan terlihat gamang dalam menindak-lanjuti persoalan tudingan dan pengaduan yang masuk selama musim kampnye Pilpres ini. Kegamangan polisi dan kejaksaan dalam menyikapi secara serius aduan dan laporan yang masuk bisa jadi disebabkan aturan main yang masih abu-abu atau kurang jelas, sehingga kepastian hukum menjadi tersandera dan berakibat nilai demokrasi di negeri ini sedikit banyaknya tergerus atau terdegradasi. Apabila penegakan hukum tak kunjung berubah maka jangan berharap kualitas demokrasi di negeri ini bisa menyamai di negera-negara maju yang telah menerapkannya secara baik. Pekerjaan rumah Pilpres yang terkait dengan hal ini masih banyak dan perlu perhatian seruis oleh mereka yang mengemban amanah untuk menyempurnakannya.