Melihat Kualitas Capres dari Debat

Author : Devi Kumalasari | Monday, June 09, 2014 10:50 WIB

Calon presiden dan wakil presiden pada hari ini, Senin (6/9) memasuki babak baru dalam sebuah rangkaian proses pemilihan presiden, yaitu berdebat. Selama masa kampanye Pilpres ini, akan diadakan debat sebanyak lima kali dengan beberapa variasi debat antara calon presiden/wakil presiden sebanyak dua kali, debat antar calon presiden dua kali dan debat antarcalon wakil presiden sebanyak satu kali.

Sore nanti sekitar pukul 18.30, para calon presiden dan wakil presiden akan berdebat dengan tema pembangunan demokrasi, pemerintahan yang bersih, dan kepastian hukum. Kita wajib menyimak debat ini karena cara yang relatif baru ini agar mampu memberikan gambaran kemampuan penguasaan masalah dan cara berpikir calon presiden dan wakil presiden.

Di negara maju, debat dari calon pemimpin merupakan acara yang sangat ditunggu-tunggu. Debat bukanlah acara yang bersifat basa-basi yang hanya menghabiskan waktu atau sekadar tontonan dengan semangat melihat “artis manggung”. Akan tetapi debat sangatlah menentukan bagaimana popularitas dan keterpilihan (elektabilitas) sang calon pemimpin. Peserta debat begitu memperhatikan dan mempersiapkan acara ini secara detail.

Kita tentu saja semakin menuju ke sana. Debat harus kita tonton dan kritisi. Melalui acara debat ini kita bisa menilai bobot calon pemimpin kita. Kita juga perlu meyakini bahwa debat itu merupakan ajang untuk menguji kemampuan menguasai masalah, kemampuan berpikir sistematis, dan bahkan debat juga bisa dilihat sebagai cara untuk kemampuan calon pemimpin kita menghadapi masalah-masalah darurat atau tak terduga.

Debat yang baik adalah debat yang dipersiapkan oleh panelis atau moderator namun tidak diketahui secara detail oleh peserta debat. Para calon pemimpin akan lebih teruji jika disodori pertanyaan yang tidak terduga.

Pemimpin di era sekarang harus mengusung intelektualitas tinggi, kemampuan menganalisis yang tajam, dan harus siap menghadapi masalah yang tak terduga. Bahkan pemimpin juga harus hebat kemampuan orasinya sehingga ia menjadi pantas mewakili negara besar bernama Indonesia ini di panggung dunia.

Pasal terakhir itu menjadi penting karena kecenderungan bahwa dunia ini makin “sempit”, makin mengelompok dalam aneka kerja sama dan organisasi. Di level dunia, ada Persatuan Bangsa-bangsa dengan aneka macam organisasi di bawahnya, World Trade Organization (WTO), dan sebagainya hingga yang paling “dekat” organisasi negara0negara se serumpun ASEAN.

Selama ini kita mungkin saja menganggap debat itu tidak penting, bahkan menilai cara itu tidak sesuai dengan kultur Indonesia. Tidak penting karena kemampuan bicara dianggap tidak berkait dengan kemauan untuk kerja. Mohon diingat, presiden itu seorang yang mengarahkan (direct). Pemimpin dituntut mampu menganalisis masalah dan menyampaikannya secara baik dan benar kepada pihak yang harus bekerja, yaitu menteri hingga ke lapis paling bawah.

Presiden juga harus memiliki kemampuan orasi yang baik. Ketika berpidato, seorang presiden harus mampu memesona publik. Kalau tidak, maka omongan presiden tidak akan didengar karena menjemukan. Kita pernah memiliki Bung Karno yang memiliki kemampuan orasi hebat sehingga dia mencuat menjadi tokoh dengan level dunia. Di zaman yang kian modern, kita memerlukan Bung Karno plus, yaitu kemampuan orasi plus isi pidato yang hebat pula.

Jakarta, 09 Juni 2014

Harvested from: http://politik.kompasiana.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: