#AussieBanget Corner UMM-Konjen Australia, Bandingkan Festival Film Indonesia dan Australia

Author : Humas | Kamis, 21 Maret 2019 14:56 WIB
Mahesa Sadega (berkacamata), sutradara film Nunggu Teka yang juga pengajar audiovisual dan multimedia. (Foto: Rina/Humas)

#AussieBanget Corner Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) bersama tim Konsulat Jenderal (Konjen) Australia menggelar Australian Film Night, Rabu (20/3). Gelaran ini sekaligus roadshow Festival Sinema Australia Indonesia (FSAI) 2019 yang akan diselenggerakan tanggal 29-31 Maret di CGV Marvell City, Surabaya.

Lailatul Rifah, M.Pd. selaku kordinator #AussieBanget Corner UMM berharap dengan kegiatan ini menjadi awal kerjasama dengan Australia untuk mengembangakan perfilman. “Sehingga teman-teman dapat meningkatkan kesadaran untuk lebih mengapresiasi film produksi Australia maupun produksi negara kita sendiri,” katanya.

Hadir Mahesa Sadega, sutradara film Nunggu Teka yang juga pengajar audiovisual dan multimedia ini sebagai pembicara. Festival di Indonesia, katanya, dengan di Australia sangat berbeda. Dijelaskan, Indonesia masih kurang kesadaran untuk menonton film festival. Dilihat dari film festival yang hanya menjadi konsumsi komunitas film saja.

Baca juga: Marching Band UMM Juara Kompetisi Nasional

Di Australia, sambung Mahesa, masyarakat sudah siap untuk mengakses film pada bulan festival. Publik di sana sudah akrab dengan film festival yang notabane bukan film populer yang biasa tayang di bioskop. “Publik sudah siap untuk hadir menonton film yang mempunyai bentuk dan konten berbeda dari film bioskop,” terangnya.

“Kalau kita lihat di Indonesia, yang datang ke festival hanya anak muda saja. Ketika saya di Australia apalagi sedang menonton film festival produksi Australia, kakek-nenek bisa kita jumpai mengantri tiket festival. Mereka sangat mengapresiasi film produksi negaranya sendiri,” cerita Sineas yang filmnya banyak ikut festival luar negeri ini.

Mahesa berharap, kedepannya di Indonesia semakin banyak lagi layar pemutaran alternatif (ruang pemutaran selain bioskop, red.) untuk mengapresiasi film produksi Indonesia. “Setelah itu, kita perlu mendorong publik untuk menjadi bagian dari festival kita. Jadi sudah tidak lagi komunitas saja yang mengapresiasi,” tambahnya. (bel/can)

Shared:

Komentar

Tambahkan Komentar


characters left

CAPTCHA Image