Salah satu peserta dari Singapore Politechnic. (Foto: Zaki/Humas) |
Setelah hampir dua minggu mentabulasi banyak masalah dari sejumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Malang dan Batu, kelompok gabungan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dan siswa Singapore Polytechnic memamerkan sejumlah prototype inovatifnya. Berbagai prototype ini dipamerkan dalam penutupan program Learning Express (LeX) di Auditorium UMM, Rabu (20/3).
Untuk dapat membuat prototype yang efisien, mereka harus melakukan survey primer ke lokasi dan ikut serta berbaur dengan masyarakat. Bahkan mereka menghabiskan waktu 3 hari 2 malam untuk memperdalam riset yang mereka lakukan. Beberapa prototype yang dipamerkan pada acara ini di antaranya mesin pencuci telur asin, alat pemetik biji kopi serta prototype inovatif lainnya.
Misalnya mesin pencuci telur yang dinilai efisien dari segi waktu. “Dengan menggunakan alat ini, estimasi waktu yang bisa dihemat mencapai 3 kali lipat. Biasanya proses pencucian satu telur asin memakan waktu 1 menit lebih. Namun dengan menggunakan alat ini dapat mencuci 16 telur asin dalam waktu sekitar 5 menit saja,” ungkap Fitria A. Linna mahasiswa Prodi Hubungan Internasional.
Baca juga: Mahasiswa UMM Raih Best Paper Ajang Karya Tulis di Hokkaido Jepang
Ada pula alat yang dapat mempermudah petani memanen biji kopi. Menurut Ai Wei salah satu siswa Singapore Polytechnic, dengan menggunakan alat buatannya ini diharapkan menjadi solusi dari keluhan yang dialami oleh para petani kopi. Dengan alat ini, setidaknya dapat meringankan beban para petani kopi. Selain itu dengan alat ini pula dapat membantu menyingkat waktu untuk memanen biji kopi.
Menurut Wakil Rektor I UMM Prof. Dr. Syamsul Arifin, M.Si, kerjasama ini akan sangat penting untuk ikatan kedua negara serumpun ini. “Dengan pemahaman yang lebih dalam, kita dapat membangun menuju visi ASEAN. Saya yakin, program yang sudah berjalan selama hampir dua minggu ini akan menjadi pengalaman belajar yang luar biasa, baik untuk mahasiswa UMM maupun untuk siswa SP,” tuturnya.
Sementara menurut Master Fasilitator Singapore Politechnic Vadav Virendra Signh, meskipun di awal program ini siswa SP banyak yang mengalami gegar budaya, namun hal tersebut dapat teratasi dengan cepat berkat bantuan juga keramahan mahasiswa UMM dan warga setempat. “Sehingga semakin berjalannya waktu mereka menjadi jauh lebih nyaman saat mengikuti program ini,” ungkapnya.
Baca juga: CEO IndosatM2 Beri Kuliah Literasi Digital ke Mahasiswa UMM
”Saya sempat khawatir kalau siswa SP tidak dapat bersosialisasi dengan baik. Akan tetapi ketakutan itu tidak pernah terjadi. Itu benar-benar merefleksikan kerjasama ASEAN. Saya memegang keyakinan dan harapan besar pada genersasi masa depan, kerjasama UMM dan Singapore Polytechnic yang telah terjalin lama ini membuat wilayah ASEAN menjadi lebih baik dari hari ini,” pungkasnya.
Program inovasi sosial ini sekilas serupa dengan program Kuliah Kerja Nyata (KKN). Bedanya, para peserta tidak sekedar melakukan pengabdian pada umumnya. “Kita mempunyai modul sebagai acuan yang dinamakan Desain Thinking dan diadaptasi dari booklet Stanford dan MiT,” ungkap Ambika Putri Perdani selaku Program Officer International Relation Office (IRO) UMM.
Terdapat 5 langkah yang menjadi acuan yang dimasukkan ke dalam modul yakni sense and sensibility, empathy study, define, ideation, prototyping dan co creation. ”Mereka menggunakan modul ini untuk mengidentifikasi user (klien, red.) apakah ada masalah. Baik itu di bidang marketing, bidang alat ataukah dalam bidang prossesing. Semuanya dipamerkan di kegiatan penutupan ini,” ujar Ambika. (zak/can)