Ketua PKBI Bersama Dekan FISIP UMM di dampingi oleh Rektor UMM saat rangkaian acara Gebyar Indonesia Inklusi (Foto:Mirza/Humas) |
Perguruan Tinggi berperan sangat penting sebagai ruang-ruang menyampaikan ide, gagasan, dan wacana yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah untuk membangun bangsa. Wacana keberagaman di dalam kampus perlu terus dipelihara sebagai upaya menguatkan inklusi sosial dalam hidup berbangsa dan bernegara. Kampus perlu menjadi tempat yang nyaman bagi tumbuh dan berkembangnya insan-insan akademisi yang inklusif; Insan yang tidak lagi memandang perbedaan sebagai sebuah hambatan, namun menjadi sebuah kekuatan.
Untuk itu, kampus perlu dilibatkan secara aktif dalam proses menumbuhkembangkan inklusi sosial dalam lingkungan pendidikan. Upaya melibatkan elemen Perguruan Tinggi tersebut diinisiasi oleh Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) bersama Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), melalui Program Peduli dukungan The Asia Foundation.
Kegiatan yang dilaksanakan pada Kamis (17/10) di Gedung Kuliah Bersama (GKB) IV Kampus III UMM bertujuan untuk melakukan publikasi dan diseminasi praktik baik yang sudah dilakukan Program Peduli. Selain itu, untuk menjalin dialog untuk memperluas diskursus dan memelihara iklim inklusi sosial dalam lingkungan kampus.
“Membuka dialog di lingkungan kampus terkait inklusi sosial adalah sesuatu yang harus dilakukan. Sebagai ruang pemikiran dan gagasan, kampus harus inklusif terhadap keberagaman, tidak ada lagi diskriminasi atas dasar perbedaan pendapat, pemikiran, agama, suku, jenis.kelamin, disabilitas, dan lain lain,” tutur Ketua Pengurus Nasional PKBI Dr. Ichsan Malik.
Baca juga: Tim LSLC FKIP UMM Siap Dampingi Sejumlah SMP di KWB
Menurutnya, hal ini sejalan dengan semangat PKBI dalam mewujudkan keluarga yang bertanggung jawab dan toleran. Pengertian dasar toleran adalah menghormati perbedaan yang ada. Ketika seseorang atau sekelompok orang merasa tidak aman dan merasa terancam oleh kelompok lainnya, maka akan lahir intoleransi. “Pada titik inilah, civitas akademika harus berperan serta dalam mencegah intoleransi, kegiatan Peduli Goes to Campus adalah salah satunya. Karena perbedaan adalah anugerah yang kita mesti jaga bersama,” kata Ichsan Malik.
Senada dengan hal tersebut, Dekan Fisip UMM Dr. Rinikso Kartono, M.Si mengatakan bahwa pihak kampus menyambut sangat baik dan apresiatif dengan gagasan Peduli Goes to Campus di UMM. Ini menjadi pembelajaran bersama dan forum berbagi praktik baik antara lembaga yang mengimplementasikan Program Peduli dengan UMM.
Terkait dengan kampus ramah disabilitas, UMM berpedoman kepada Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 46 Tahun 2017 tentang Pendidikan Khusus dan Pendidikan Layanan Khusus di Perguruan Tinggi, pasal 4 menyatakan bahwa Pendidikan inklusi merupakan Pendidikan bagi mahasiswa berkebutuhan khusus yang dilakukan bersama dengan mahasiswa lain. Selain itu, UMM terbuka terhadap keberagaman.
Baca juga: UMM kenalkan Software Tableau, Visualisasi Data Dukung Smart City
“Kami sepakat bahwa berbagai pihak harus dilibatkan dalam menciptakan lingkungan yang inklusif. Apalagi di lingkungan kampus, sebagai ruang pertukaran ilmu pengetahuan, segala bentuk kegiatannya harus menjunjung tinggi inklusi sosial. Berbagai praktik baik telah kami lakukan terkait ini,” tutur Rinikso.
“Kami berharap Peduli Goes to Campus akan melahirkan agen-agen perubahan di lingkungan kampus. Dengan lingkungan yang inklusif di kampus, akan menyebar ke seluruh sendi-sendi kehidupan, tempat para civitas akademika berinteraksi dengan masyarakat. Sehingga tercipta Indonesia yang inklusif dalam menjalani pembangunan sosial yang humanis. Semoga ini bukan yang terakhir, namun awal untuk terjalinnya kerja sama penelitian dan pengabdian masyarakat antara UMM dan PKBI,” tutup Rinikso.
Sebelumnya, Peduli Goes to Campus telah dilakukan di Universitas Gajah Mada, Yogyakarta pada September 2018, Universitas Medan, Universitas Airlangga Surabaya dan Universitas Brawijaya Malang dengan mendapatkan apresiasi yang besar dari mahasiswa, dosen dan para partisipan lainnya.
Baca juga: D3 Keperawatan UMM Raih Akreditasi A
Pada penyelenggaraannya kali ini di Malang, kegiatan yang dihadiri kurang lebih 500 yang terdiri dari dosen dan mahasiswa ini, diwarnai oleh kegiatan kuliah umum, pagelaran seni Mahasiswa UMM, pameran inklusi, pemutaran film, penguatan kapasitas berupa penulisan tugas akhir dan pembuatan film dokumenter.
Rektor UMM Dr. Fauzan, M.Pd dalam sambutannya menerangkan, jika ia antusias dengan inklusifitas. UMM sendiri terus berkomitmen menyuarakan persatuan salah satunya melalui gelaran Festival Kebangsaan yang bertepatan pada tahun ini yang dibuka oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla.
“Inklusifitas menjadi hal yang sudah semestinya dijalani bukan diperdebatkan lagi,” terang Fauzan. Sayangnya, keadaan ini tidak selalu tercermin dari Indonesia. Padahal, lanjutnya, jargon Kita Indonesia hingga NKRI Harga Mati kurang benar-benar diterapkan dalam hidup berwarganegara. (mir/can)