Sa’ad Ibrahim Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur. (Foto: Rino/Humas) |
LIMA puluh tahun lebih yang lalu, ada beberapa orang lewat di atas sebuah tebing tinggi. Beberapa orang ini tengah melihat tanah yang berada tepat di bawahnya. Ketika itu tanah ini dikenal sebagai tanah yang tidak laku, bahkan sering dikatakan tanah ini tempat di mana makhluk tak kasat mata bersemayam. Suram.
“Beberapa orang tersebut saling bersepakat untuk membeli tanah ini. Kemudian, jadilah tanah ini tercerahkan menjadi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM, red.),” demikian Sa’ad Ibrahim Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur dalam sambutannya pada Sarasehan Kebangsaan, Kamis (7/1).
Demikian kata Saad, penjelasan sejarah ini cara paling mudah untuk menjelaskan tema Tanwir Muhammadiyah di Bengkulu 15-17 Februari 2019 mendatang, “Beragama yang Mencerahkan”. Saad menceritakan bagaimana kisah di balik Kampus III UMM yang terletak di Jalan Raya Tlogomas ini dibangun.
Saad lantas memberi penjelasan bahwa semangat Tanwir mesti terus digelorakan. Diceritakannya pada tahun 1923 murid KH. Ahmad Dahlan yang bernama Kiai Badawi mengaktualisasikan pemahamannya terhadap al Quran. Utamanya terkait ungkapan Nabi Ibrahim AS. yang diabadikan di surat Asy-Syu’ara ayat 80.
Ayat ini berbunyi, “Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” Berdasarkan muatannya, Kiai Badawi tidak hanya ingin sekadar memahami juga menafsirkan, melainkan Kiai Badawi ingin mewujudkannya dalam bentuk konkrit. Yakni melalui pendirian rumah sakit pertama milik Muhammadiyah di Yogyakarta.
Satu tahun usai pendiriannya rumah sakit pertama ini, yakni tahun 1924, juga berdiri rumah sakit Muhammadiyah lainnya di Surabaya. Singkat cerita, sambung Saad, istilah Tanwir atau pencerahan sudah menjadi kultur Muhammadiyah sejak masa-masa awal pendirian Persyarikatan Muhammadiyah di masa silam. (*/can)