Malang (ANTARA News) - Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Muhajir Effendi MAP, menyatakan langkah dan kebijakan pemerintah Indonesia dalam menghadapi gertakan Malaysia sudah tepat.
"Kebijakan dan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam menghadapi sikap Malaysia yang reaktif sudah betul. Memang pahit dan mungkin banyak hujatan, namun masalah itu harus diselesaikan dengan damai," ujarnya di Malang, Selasa.
Ia menilai, sikap pemerintah yang dituding banyak pihak terlalu lamban itu semata-mata karena didasar rasa "sayang" terhadap penduduknya (warganya).
"Kita harus ingat, berapa juta warga negara Indonesia yang hidup dan mencari nafkah di Malaysia. Kita juga harus memikirkan nasib mereka, bisa saja Malaysia menyandera mereka sebagai tawanan perang kalau langkah konfrontasi yang diambil pemerintah," kata Muhajir menegaskan.
Kebijakan "diam" yang diambil pemerintah Indonesia, kata rektor UMM itu, adalah pilihan terbaik dari pilihan-pilihan yang buruk, sebab tidak ada pilihan lain selain harus dihadapi dengan tenang dan dingin.
Ia mengemukakan, bisa saja Indonesia mengambil kebijakan konfrontasi dengan Malaysia, namun risikonya terlalu besar. Selain, jutaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ada di negeri jiran itu harus dipulangkan lebih dulu, pemerintah harus menyiapkan lapangan pekerjaan bagi mereka.
Selain itu, ia mengemukakan, kebijakan konfrontatif juga akan membuat pertumpahan darah.
"Rupanya alasan inilah yang membuat pemerintah lebih memilih jalur diplomasi ketimbang konfrontasi atau angkat senjata," katanya menambahkan.
Menyinggung tekanan pemerintah Malaysia agar pemerintah Indonesia segera mengadili para pelaku demonstrasi di gedung Kedutaan Malaysia belum lama ini, Muhajir secara tegas mengatakan, apapun alasannya pemerintah harus tetap memberlakukan UU yang ada di Indonesia.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah Indonesia boleh mengabaikan tekanan sekaligus gertakan yang dilontarkan pemerintah Malaysia.
"Saya pikir gertakan Malaysia itu merupakan bagian dari silat lidah diplomasi," demikian Muhajir.