JAKARTA - Temuan penggunaan ijazah palsu oleh guru calon peserta sertifikasi belum surut. Setelah ramai di Kota Surabaya, kasus serupa muncul di Kota Malang. Tim pelaksana sertifikasi guru di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menemukan tujuh peserta sertifikasi berijazah palsu.
Informasi bermunculannya kasus ijazah palsu ini terungkap dalam pertemuan evaluasi Asosiasi LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) Swasta Indonesia di Jakarta kemarin. Ketua tim pelaksana sertifikasi guru UMM M. Syaifuddin menuturkan, satu ijazah sudah dipastikan palsu. "Sedangkan beberapa ijazah lainnya, sekitar enam ijazah masih terus kami telusuri," katanya.
Syaifuddin mengatakan kasus ini muncul dari ketelitian tim pelaksana sertifikasi guru. Dia menuturkan indikasi kepalsuan ijazah itu muncul karena nomor register tidak terdaftar di Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) Ditjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
"Penerbit ijazah itu bukan dari UMM," tandasnya. Syaifuddin mengatakan timnya saat ini terus berkoordinasi dengan Kopertis Wilayah Jawa Timur untuk mengecek legalitas enam lembar ijazah lainnya. Dalam waktu dekat dia mengatakan, tim akan bisa memastikan status ijazah tersebut.
Dia menuturkan Kemendikbud sudah memutuskan kebijakan jelas terkait keberadaan ijazah palsu itu. Yakni guru peserta sertifikasi dengan ijazah palsu harus langsung dicoret. "Tentu harus dipastikan dulu kepalsuannya," kata dia. Untuk itu satu peserta yang sudah dipastikan berijazah palsu sudah dianulir dari program sertifikasi guru.
Syaifuddin mengatakan pemalsuan ini sangat merugikan uniersitas yang dicatut dalam lembar ijazah. Pada kasus tertentu, pihak universitas yang dicatut benar-benar tidak tahu jika almamaternya dijadikan sebagai gambar atau logo di ijazah palsu. Untuk kasus lainnya, nama dan logo universitas yang dipakai untuk ijazah palsu sama sekali tidak pernah ada.
Sebelumnya kasus serupa muncul di Universitas PGRI Adibuana (UNIPA) Surabaya. Sejumlah guru peserta sertifikasi dinyatakan gugur karena menggunakan ijazah palsu. Rektor Universitas PGRI Adibuana Surabaya Sutijono mengatakan, masyarakat saat ini harus waspada. "Kami benar-benar meminta bantuan media untuk sosialisasi ijazah palsu," tandasnya.
Menurut dia saat ini kasus penggunaan dan permintaan ijazah palsu mengalami tren peningkatan. Sehingga dia memprediksi penjahat pembuat ijazah palsu juga semakin gencar menyebar jala tipu-tipunya. Sutijono menuturkan penggunaan ijazah palsu pasti ketahuan karena pemerintah memiliki sistem database nomor register ijazah yang rapi.
"Penggunaan ijazah palsu tidak hanya untuk profesi guru. Memang yang sekarang sedang ramai pada guru," ujarnya. Padaprofesi lain, khususnya untuk kepentingan pencalonan legeslatif sering kali terjadi kasus ijazah palsu.
Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar (Unismuh) Irwan Akib menjelaskan, dugaan ijazah palsu juga terjadi di Makassar. "Kasus ini harus ditangani bersama-sama. Karena kejahatannya terstruktur rapi," papar dia.
Menurut Irwan kampus LPTK sejatinya tidak bertugas sebagai pengawas ijazah palsu. Seandainya sistem penjaringan peserta sertifikasi guru berjalan baik, kasus ijazah palsu ini sudah bisa dijegal sejak pendataan dan pemberkasan di dinas pendidikan kabupaten dan kota.
"Petugas di dinas pendidikan harus bisa menjalankan fungsi clearance," kata dia. Sehingga kampus LPTK bisa fokus bekerja untuk mendidik calon guru profesional. Pihak LPTK juga mengkritisi kinerja Kemendikbud. Sebab guru yang berijazah palsu ini sudah mendapatkan NUPTK (nomor unik pendidik dan tenaga kependidikan). Pihak yang menerbitkan NUPTK itu adalah Kemendikbud.
Kepala Badan Pengembangan SDM Pendidikan dan Kebudayaan Kemendikbud Syawal Gultom justru menyalahkan LPTK. "Harusnya LPTK bisa melakukan pemeriksaan data guru peserta sertifikasi," kata dia. Syawal meminta LPTK lebih aktif mengklarifikasi data-data peserta sertifikasi guru sebelum dikeluarkan sertifikat guru profesional.
"Saya tegaskan jika memang menggunakan ijazah palsu, harus langsung di diskualifikasi," paparnya. Dia juga mengaku bahwa tugas men-screening ijazah guru calon peserta sertifikasi ada di dinas pendidikan kabupaten dan kota. Mantan rektor Universitas Negeri Medan (Unimed) itu meminta LPTK tidak asal terima data dari dinas pendidikan kabupaten den kota.
Syawal menegaskan kasus ijazah palsu adalah persoalan lama. Tetapi ketika program sertifikasi guru dibukan beberapa tahun lalu, kasus ijazah palsu semakin meningkat. Sebab guru yang sudah bersertifikat, diganjar tunjangan profesi sebesar satu kali gaji pokok untuk guru PNS, atau Rp 1,5 juta per bulan untuk guru swasta. "Guru harus cermat, jangan sampai mau ditawari dibuatkan ijazah palsu," katanya.