JAKARTA - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dinilai belum mampu memaksimalkan potensi laut, untuk rakyat dan masyarakat pesisir. Yang terjadi selama ini, kementerian pecahan dari Departemen Pertanian itu justru seolah berperan seperti broker saja yang memberikan izin, dan lebih banyak melakukan MoU.
"Langkah kongkret untuk memanfaatkan potensi ekonomi kelutan yang sangat besar itu tidak maksimal. Seharusnya jika mengacu UU Perikanan maupun aturan mengenai pengelolaan laut, potensi itu bisa digali dan bermanfaat bagi rakyat dan masyarakat pesisir. Fakta sampai saat ini, pengelolaan dan proses produksi sampai pemasaran masih dikuasai 20 perusahaan besar, sedangkan 7 juta nelayan tangkap dan 3,1 pelaku pembudidaya peranya diabaikan," kata Sekjen Koalisi Rakyat Untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Halim di Jakarta, Rabu (27/6)
Jadi, kata Halim, faktanya, potensi besar kelautan itu tidak bisa diraih dan memberi kesejahteraan ke masyarakat pesisir. Yang terbentuk saat ini KKP justru seolah berperan seperti broker saja yang memberikan izin, dan lebih banyak melakukan MoU.
Ia mengambil contoh, atas nama perubahan iklim, KKP membuat kawasan konservasi laut seluas 20 juta hectare. Yang menjadi masalah pengelola dan penyelengaraanya mengedepankan peran asing seperti USAID dan IMACS, dan ironisnya nelayan dan masyarakat pesisir saat ini peran pengelolaanya semakin kecil.
"Nelayan tangkap semakin terbatas wilayah tangkapanyan, bahkan akses masuk ke kawasan konservasi itu semakin dibatasi," ujarnya.
Sementara itu Dosen Fakultas Perikanan dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) David Hermawan, mengatakan, hingga saat ini Indonesia masih belum menjadi negara maritim, meski sebagian besar wilayahnya adalah lautan.
"Sekarang ini negara kita baru sebagai negara kepulauan, belum maritim. Dan sampai saat ini potensi maritimnya belum digali untuk kemakmuran rakyatnya," jelasnya.
Menurut David, ada beberapa potensi laut yang seharusnya mampu untuk membiayai dan memakmurkan rakyat Indonesia. Salah satunya perikanan dan wisata bahari. Namun potensi itu belum tergali maksimal, bahkan cenderung dibaikan.
Indonesia memiliki garis pantai terbesar, tetapi yang digarap serius justru infrastruktur di daratan. Bahkan yang terjadi, kata David, justru potensi laut yang melimpah diambil oleh orang asing akibat ketidakberpihakan negara pada kepentingan nasional yang lebih besar.
Menurut David, jika pemerintah serius untuk mengembangkan ekonomi yang berbasis kelautanke, maka kedepan diperlukan menteri koordinator bidang maritime. Ini penting agar pembangunan dan pengelolaan kelautan bisa maksimal. "Dengan begitu, kekayaan dan potensi laut bisa dikelola secara optimal, tentunya pengeloannya tanpa mengabaikan kelangsungan habitat dan biotanya," katanya. aan/E-3