Foto : istimewa
Judul : Seni Bonsai Indonesia
Pengarang : Rudy Najoan
Penerbit : Exchange
Tebal : 208 halaman
ISBN : 978-602-72793-5-3
Terbit : Oktober 2015
Gerak naturalis dianut dengan menitikberatkan segi keindahan. Caranya meniru alam, mengutamakan garis-garis sederhana. Gerak ekspresionis mengedepankan kekuatan dan keharmonisan. Gerak surealis menampilkan garis-garis imajinasi yang menimbulkan daya khayal
Buku ini berbicara tentang seni bonsai. Ada tradisi Yajur Weda di mana seseorang dianjurkan menanam pohon tulisi di dalam sebuah pot. Bagian pucuk mudanya dipetik lalu direbus. Air rebusan diminum guna menjaga kesehatan. Perlakuan inilah yang mengakibatkan pohon menjadi kerdil secara alamiah dan menjadi sebuah tradisi bonsai (halaman 18).
Kesuburan alam dan kekayaan jenis flora tropisnya, membuat bonsai berkembang cukup baik di Indonesia. Bonsai lahir dengan perpaduaan unsur ilmu ilmiah dengan menjadikan tanaman sebagai media dan kreativitas (halaman 19).
Agar kuat, bonsai dapat dibentuk dari akar hingga batang dan disesuaikan dengan diameter atau tinggi tanaman sesuai keinginan. Keseluruhannya berbanding terbalik dengan tanaman alam bebas yang akan dikreasikan menjadi bonsai (halaman 53-54). Mahkota akar menjadi penentu proses pembentukan anatomi pohon tersebut. Cikal bakal bentuk pohon dapat dibentuk dalam tiga macam gerak: naturalis, ekpresionis, dan surealis (halaman 77-82).
Gerak naturalis dianut dengan menitikberatkan segi keindahan. Caranya meniru alam, mengutamakan garis-garis sederhana. Gerak ekspresionis mengedepankan kekuatan dan keharmonisan. Gerak surealis menampilkan garis-garis imajinasi yang menimbulkan daya khayal (halaman 184-190).
Media tanaman turut andil dalam proses pembetukan tanaman seperti ketersediaan unsur mikro dan makro. Penggunaan pasir vulkanik, contohnya. Pasir yang cukup dikenal pembonsai Indonesia sebagai pasir malang ini memiliki sifat mudah menyerap air dan kaya mineral (halaman 88).
Pemeliharaan tanaman bonsai layaknya tanaman biasanya dengan menambah pupuk jika mulai tak subur. Dia juga perlu disiram dengan memperhatikan kelembapan serta saluran buangan air. Perhatikan juga kebutuhan sinar matahari dan siklus udara (halaman 95-98).
Bonsai mampu menjadi simbol kehidupan manusia dan alam (halaman 104-107). Seperti era manusia, bonsai juga memiliki penanda masa budayanya. Ada bonsai klasik, modern, dan posmodern. Tentunya di setiap era memiliki ciri khas tanaman bonsai. Era klasik syarat akan gaya tegak lurus, tegak berliku, miring baik, rebah dan menggantung. Gaya modern yang mungkin lebih banyak ditemui saat batang pohon terpelintir, berbentuk kubah, meliuk, berbatang dua ataupun tiga. Lain halnya dengan era posmodern di mana tanaman bonsai disuguhi dengan daya cengkeramnya terhadap batu, akar yang terlihat tinggi menjulang atau tumbuh di atas batu (halaman 109-123).
Pesan dan kesan yang diberikan melalui keragaman era tersebut syarat akan makna. Contoh, garis lurus menandakan kesederhanaan, kaku, keras, dan kejantanan. Sedangkan garis yang melengkung sebaliknya: keluwesan, lembut, dinamis, dan biasanya melambangkan kewanitaan. Pada proses pembentukan anatomi pohon tersebut tentunya diperlukan perhatian akan elemen kawat tidak berkarat dan mudah dibentuk atau lentur (halaman 140).
Buku juga menyajikan nilai-nilai yang patut diperhatikan dalam sebuah karya seni bonsai seperti kreativitas, daya tarik, dan pesan. Dalam buku ini pun pembaca diajak mengenal secara general mengenai tumbuhan, baik struktur anatomi seperti arah tumbuh, ciri fisik keberadaan bunga, buah dan daun. Kemudian, tulang kerangka daun, proses perkembangbiakan, baik secara generatif maupun vegetatif.
Jadi, buku ini perlu bagi mereka yang hendak merawat berbagai tumbuhan baik untuk dimanfaatkan sebagai keindahan maupun keperluan komersial.
Diresensi Noor Sukmo, lulusan Universitas Muhammadiyah Malang