Biskuit untuk Kelinci

Author : Humas | Monday, August 16, 2010 02:59 WIB | Koran Tempo -

Rumput tua dan sayuran penyebab tingginya kematian kelinci. Kandungan gizi dan protein biskuit lebih tinggi.

 

Hari libur pada awal puasa tak dihabiskan Muchammad Sobri untuk bersantai. Dosen Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini memilih berada di peternakan kelincinya di Desa Gading Kulon, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang. Di tempat itu, Sobri asyik berkutat dengan 1.000 kelincinya.

Sobri punya alasan berada di peternakannya, meski hari libur. "Saya terus mengembangkan penelitian tentang pakan ternak," katanya kepada Tempo, Rabu lalu. Ini dilakukan agar hasil penelitiannya bisa dinikmati masyarakat peternak dengan harga murah.

 

Bapak dua anak ini sebenarnya baru saja menuntaskan penelitiannya tentang pakan kelinci. Hasilnya, dia berhasil menemukan formulasi pakan kelinci. Formulasi ini dinamakan Biskuit Kelinci (Bici).

 

Bici adalah formulasi pakan kelinci non-hijauan, seperti rumput, leguminosa, atau wortel. Bahan yang dipakai adalah bahan baku pakan yang biasa dipakai untuk unggas. Bahan-bahan itu adalah jagung, polar, minyak tumbuhan, bungkil kedelai, bekatul, vitamin, mineral, antioksidan, antijamur, dan antibakteri.

 

Bentuk biskuit untuk formulasi pakan ini dipilih guna memudahkan pemberian pakan kepada kelinci. Selain itu, agar dapat disimpan dalam jangka waktu lama dan kelinci tetap menyenanginya. "Kelinci itu binatang pengerat, biskuit kan bisa dikerat," ujar Sobri, yang juga menjabat Pembantu Dekan III Fakultas Pertanian dan Peternakan UMM.

Bici diciptakan untuk pertumbuhan, bunting, dan laktasi. Karena itu, keunggulan Bici adalah mempunyai kandungan gizi dan protein yang tinggi, mempercepat pertumbuhan berat badan, menekan angka kematian, serta mempercepat reproduksi dan jumlah anak dalam satu kelahiran (litter size).

 

Selain mudah diberikan kepada kelinci, dagingnya menjadi lebih empuk, berserat halus, dan berkolagen rendah. Makanan ini juga aman terhadap lingkungan, karena kotoran kelinci menjadi tidak berbau, serta bisa dipakai sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan mendapatkan rumput bagi peternak kelinci hias yang bermukim di perkotaan.

 

Bici mempunyai kandungan protein kasar (18 persen), bahan kering (86 persen), lemak kasar (3 persen), serat kasar (8 persen), abu (11 persen), vitamin A (10.000 IU/kg), vitamin D3 (1.800 IU/kg), vitamin E (90 IU/kg), vitamin C (1.000 mg/kg). Juga mengandung antioksidan, pemacu pertumbuhan, antijamur, antimikotoksin, dan fitobiotik.

Bici tak hanya bisa untuk kelinci, juga untuk binatang hias pengerat lainnya, seperti hamster, tupai, marmut, dan chicilia.

 

Dalam sehari, setiap 1 kilogram berat badan kelinci harus diberi jatah Bici sebanyak 50 gram tanpa perlu menambah jenis pakan lain. Adapun 50 gram Bici nilainya sama dengan 1 kilogram rumput. Pemberian Bici harus disertai dengan pemberian minum.

 

Sobri memulai penelitian mandiri ini awal 2007 hingga dua tahun kemudian. Penelitiannya berawal dari keluhan mahasiswanya tentang tingginya angka kematian kelinci. Suami Choiriyah ini tak percaya. Untuk membuktikannya, dia lantas banting setir dari beternak unggas ke kelinci.

 

Pendapat mahasiswanya ternyata benar. Pengalaman Sobri beternak kelinci membuktikan bahwa angka kematian kelinci mencapai 60 persen untuk anakan dan 80 persen untuk indukan. Jika dibandingkan dengan unggas yang angka kematiannya hanya 3 persen, angka kematian kelinci terbilang cukup tinggi.

 

Sobri kemudian menemukan penyebabnya. Pakan hijauan adalah penyebab angka kematian kelinci cukup tinggi. "Kualitas pakan tak terkontrol," ujar pengajar mata kuliah bahan pakan ternak dan formulasi ransum ini.

 

Menurut Sobri, standar kebersihan dan kualitas nutrien pakan hijauan yang didapat petani tidak terpenuhi. Ini karena petani asal mengambil rumput tanpa mempertimbangkan umur rumput.

 

Rumput seharusnya dipotong sebelum berbunga atau saat berusia 40 hari. Rumput yang dipotong setelah berbunga, berbuah, atau berbiji, atau rumput sudah berusia tua, kualitas nutriennya rendah. Sedangkan rumput yang dipotong di bawah usia 40 hari atau masih muda bisa mengakibatkan gangguan pencernaan pada hewan, seperti terjadinya kembung dan diare, karena kadar seratnya sangat rendah.

 

Petani juga sering menggunakan pakan hijauan dari limbah pertanian, seperti sayuran. Limbah sayuran, selain kandungan nutriennya rendah, telah tercemar oleh jamur, aflatoksin, dan insektisida.

 

Karena berpengalaman dalam beternak unggas, Sobri memilih bahan pakan unggas sebagai formulasinya. Selama ini bahan pakan unggas tersebut bisa meningkatkan produktivitas dan menekan angka kematian.

 

Namun, formulasi pakan non-hijauan untuk kelinci ini masih berwujud butiran. Kelemahan wujud ini adalah berpotensi menjadi tidak higienis saat diberikan ke kelinci. Sobri pun berniat mengubah butiran ini menjadi biskuit atau pelet.

 

Namun biaya untuk pembuatan mesin pengolahnya terlalu besar. Beruntung,  Sobri mendapatkan dana Iptek untuk Kewirausahaan Kampus dari Dirjen Dikti Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp 100 juta pada Januari 2100. Dana itu kemudian dipakai untuk membuat mesin pencetak biskuit. Sedangkan untuk mesin pencetak pelet, ia kesampingkan dulu karena biayanya mencapai Rp 1,2 miliar.

 

Dalam waktu tiga bulan, Sobri berhasil menciptakan mesin pencetak biskuit. Penemuannya pun kemudian diberi nama Bici.

 

Atas prestasinya, Sobri berhasil meraih rekor Museum Rekor Dunia Indonesia (Muri) untuk kategori pakan kelinci non-hijauan. "Pakan kelinci non-hijauan ini ternyata belum ada di Indonesia, bahkan dunia," ucap Sobri, yang kelahiran Kendal, 19 Januari 1972.

 

Salah seorang peternak kelinci di Kota Batu, Fitrotou, mengaku sudah pernah menggunakan hasil temuan Sobri. Menurut dia, kelinci lokal yang mengkonsumsi Bici mempunyai berat 2 kilogram hanya saat masih berusia 2,5 bulan. Sedangkan kelinci lokal yang memakan rumput biasa mempunyai berat badan 2 kilogram saat sudah berusia 6 bulan. "Angka kematiannya juga rendah," ujarnya.BIBIN BINTARIADI [MALANG]

Dari Biskuit ke Pelet

 

Muhammad Sobri tak hanya ahli meneliti formulasi pakan ternak, tapi juga piawai dalam merancang mesin. Buktinya, dalam waktu tiga bulan, Ia sudah berhasil menciptakan mesin pencetak Biskuit Kelinci (Bici).

 

Mesin pencetak Bici terdiri atas tiga unit, yakni pencetak, oven, dan alat pengemas yang berbentuk vacuum. Namun, dari tiga unit ini, Sobri hanya menciptakan mesin pencetak.

Sobri membuat mesin pencetak sendiri karena alat pencetak biskuit yang beredar di pasar tidak ada yang cocok untuk produk Bici.

 

Cara kerja mesin sederhana. Pakan yang masih berbentuk butiran dimasukkan ke mesin melalui sebuah lubang yang diletakkan di bagian atas. Butiran kemudian ditekan dengan besi penekan berbobot 5 ton dan keluar dalam bentuk biskuit.

 

Dari mesin pencetak, biskuit kemudian dimasukkan ke oven dengan suhu 250 derajat Celsius selama satu jam. Tujuannya adalah untuk mensterilkan biskuit. Dari mesin oven, biskuit kemudian dimasukkan ke kemasan 1 kilogram yang berisi 60 buah biskuit dan 0,5 kg yang berisi 30 buah. Kemasan ini kemudian ditutup pada mesin vacuum. Tujuannya adalah untuk menghilangkan kedap udara agar tahan lama.

 

Universitas Muhammadiyah Malang tertarik memproduksi Bici untuk kegiatan bisnisnya. Melalui CV University Farm UMM, Bici diproduksi dalam kemasan 1 kg seharga Rp 25 ribu, dan 0,5 kg seharga Rp 15 ribu. Produksi ini sementara ditargetkan untuk kelinci hias.

 

Direktur CV University Farm Machmudi mengatakan pengembangan produksi Bici terus dilakukan agar formulasi pakan ternak non-hijauan ini bisa dimanfaatkan oleh para peternak. CV University Farm saat ini sedang membangun mesin pengolah formulasi pakan ternak non-hijauan berbentuk pelet untuk kalangan peternak. "Jika dibentuk dalam pelet, harganya jauh lebih murah dibandingkan dalam bentuk biskuit."BIBIN BINTARIADI

من المقطوع: http://www.korantempo.com/korantempo/koran/2010/08/16/Ilmu_dan_Teknologi/krn.20100816.209228.id.html
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: