KPK Vs Polri, Hukum atau Politik?

Author : Humas | Saturday, January 24, 2015 15:28 WIB | Malang Post -

Oleh : Ani Sri Rahayu, Pengajar Civic Hukum (PPKn) Universitas Muhammadiyah Malang

Perjalanan bangsa kini benar-benar tengah menghadapi ujian berat. Ujian bangsa rupanya semakin berat manakala Republik ini sebentar lagi berumur 70 tahun. Pertanyaan mendasarnya adalah mampukah Republik ini menjadikan daulat hukum yang selama ini didengung-dengungkan sebagai landasan penting dalam berbangsa dan bernegara tanpa menyisakan pertikaian di antara institusi penegak hukum, dalam hal ini antara KPK dan Polri.

Kontrovesi KPK vs Polri
Tantangan itulah yang terjadi setelah Kepolisian Republik Indonesia menangkap Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto. Bambang disangka memerintahkan kesaksian palsu dalam sengketa pemilihan kepala daerah Kotawaringin Barat, Kalimantan Tengah, di Mahkamah Konstitusi, pada 2010. Ketika itu, Bambang menjadi kuasa hukum Ujang Iskandar, Bupati Kotawaringin Barat yang menjabat kembali setelah memenangi sengketa di MK tersebut.
Banyak yang berpandangan penangkapan Bambang tidak lepas dari penetapan status tersangka kepada Kapolri terpilih Komjen Budi Gunawan oleh KPK pada 13 Januari lalu. Spekulasi pun berkembang bahwa penangkapan Bambang merupakan bentuk “balas dendam” atas penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan tersebut karena Bambang termasuk salah satu yang menandatangani surat perintah penyidikan atas Budi. Panggung yang semestinya steril dari anasir politik itu seperti tengah “dipaksa” masuk ke rel politik.
Sontak peristiwa tersebut sungguh mengejutkan dan luar biasa. Mengingat Bambang merupakan pejabat KPK yang oleh banyak orang dikenal memiliki integritas tinggi sebagai pendekar hukum di Indonesia. Apakah benar, Bambang yang dinilai memiliki integritas tersebut memiliki cacat hukum atau ada hal lain?
Tentu saja tidak ada orang yang sempurna di negeri ini. Bambang mungkin saja memang bersalah dan pantas ditangkap atas kesalahannya. Tetapi, bagi kita, penangkapan Bambang ada sesuatu yang aneh mengingat ada latar pertarungan politik yang sangat keras saat menjelang penunjukkan Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Sedangkan Budi Gunawan dikenal masyarakat sebagai kader yang sangat dekat dengan Megawati Soekarno Putri dan menjadi terkesan dipaksakan untuk menjadi Kapolri ketika ternyata ia ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus rekening gendut. Realita ini tampaknya menyulut kemarahan pihak-pihak tertentu yang mendukung Budi Gunawan. Pro dan Kontra semakin memanas saat Jokowi menunda pelantikan Budi Gunawan hingga ada kepastian hukumnya.
Akibatnya kita menyaksikkan Abraham Samad dan KPK diserang secara wacana oleh pihak-pihak yang tidak menyukainya. Sebelumnya, Hasto Krisyanto Pejabat pelaksana Sekretaris Umum PDI-P juga menyerang Abraham Samad berkaitan dengan tuduhan aktivitas politiknya. Aktivis gerakkan seperti Front Aktivis se Indonesia (Fraksi dll) yang berisi gabungan aktivis mahasiswa pun bereaksi untuk membela Abraham Samad dan KPK (baca: Abraham Samad harus lawan Hasto Krisyanto).

Dugaan konspirasi politik
Melihat dari rangkain peristiwa ini kita menjadi mencium 'sesuatu' dan menduga-duga apakah ada sebuah konspirasi politik yang kemudian menyeret Bambang Widjojanto ke dalam kasus hukum saat ini. Tentu saja, kita menjadi prihatin, bila memang Bambang ditangkap karena sebenarnya akibat marahnya satu dua orang besar di negeri ini. Tetapi semoga tidak seperti itu.
Ketahuilah, bila ini benar, kita tengah berada dalam sebuah negara yang dikuasai oleh kepentingan beberapa orang. Lembaga hukum sudah tidak mampu berdaulat karena disetir oleh kepentingan-kepentingan tertentu. Politik kepentingan menjadi panglima. Hukum hanya menjadi alat yang bisa direkayasa untuk mematikan pihak lain. Artinya rakyat dalam keadaan berbahaya.
Namun, semoga saja apa yang kita duga itu semua salah. Kita juga tidak bisa menuduh Budi Gunawan dan Bambang Widjojanto salah. Semua harus diverifikasi kebenarannya. Pengadilan adalah proses hukum yang menentukan itu semua. Kita harus percaya, meskipun itu tetes kecil dari rasa percaya kita terhadap lembaga hukum kita. Mau apa lagi?

Menyelamatkan keutuhan
Daulat hukum pun seperti remuk redam dalam jalur politik hingga akhirnya susah untuk dibedakan apakah yang sedang terjadi merupakan proses hukum biasa atau pertandingan politik demi kepentingan kelompok. Pada titik itulah sikap bijak dibutuhkan. Titik pandang paling adil ialah mengembalikan hukum pada jalurnya, juga “memaksa” politik untuk tidak memasuki jalur hukum.
Sikap Presiden Joko Widodo yang meminta agar baik KPK maupun Polri menjalankan hukum sesuai dengan aturan merupakan pesan yang mesti diamini. Memastikan bahwa proses hukum yang ada benar-benar bersifat objektif dan sesuai dengan aturan perundang-undangan yang ada.
Selain itu, pesan Presiden agar baik Polri maupun KPK tetap menjaga profesionalisme dan kekompakan merupakan pesan yang sangat niscaya. Dua institusi tersebut, ditambah Kejaksaan Agung, merupakan pilar utama penegakan hukum di negeri ini. Karena itu, terlalu mahal harganya bila institusi penegak hukum berbenturan, atau dibenturkan. Karena itulah, berkali-kali kita menegaskan keutuhan bangsa dan negara ini lebih mahal harganya ketimbang kepentingan sempit apa pun.
Pada posisi tersebut, tidak elok rasanya bila ada pihak-pihak yang terus menggosok-gosok dengan mengembangkan sikap saling menyerang dan saling mendelegitimasi lembaga lainnya. Dalam menyikapi situasi seperti itu, selain membiarkan hukum berjalan dalam koridornya dan tidak disimpangkan, akal sehat dan pikiran jernih harus dikedepankan. Apalagi masih banyak pekerjaan bangsa ini yang menumpuk yang kini sejatinya mulai diurai satu demi satu.
Pada posisi pembenahan seperti itu tentu dibutuhkan suasana jernih yang jauh dari kegaduhan yang tidak perlu. Ibarat tengah mengurai benang kusut, apa yang sedang dilakukan oleh pemerintahan di bawah Presiden Jokowi dan Wapres Jusuf Kalla barulah sampai pada langkah pertama yang bergerak lurus ke depan. Karena itulah, apa yang sudah bergerak tersebut jangan lagi dipukul mundur dengan hal-hal yang mestinya bisa diselesaikan secara tenang, jernih, dan dalam ruang-ruang yang beradab.

من المقطوع: http://www.malang-post.com/serba-serbi/redaktur-tamu/97970-kpk-vs-polri-hukum-atau-politik
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: