Hukum Cenderung Menjauhi Negara

Author : Humas | Sunday, April 05, 2009 17:01 WIB | Republika -

MALANG - Penerapan hukum yang ada di Indonesia belakangan ini dinilai cenderung menjauhi negara. Penilaian tersebut diungkapkan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), DR Muhadjir Effendy MAP usai pengukuhan Guru Besar, Prof Dr Muslan Abdurrahman MH di UMM Dome. ''Banyak putusan dari pelaku hukum yang justru punya kecenderungan lebih dekat pada pasar dan masyarakat anomali yang anarkis. Kondisi ini sangaat tidak bagus bagi ,'' jelas Muhadjir Effendy.

Dampak dari keputusan-keputusan hukum yang semacm itu, terang dia, hampir sama dengan jaman Orde Baru. Hanya, tegas, dia, kala hukum lebih dekat pada negara. ''Sehingga, antara jaman Orba dan pasca reformasi ini sama-sama tak bagus,'' tegas dia. Pada kondisi saat ini, dia menyebutkan beberapa contoh. Dia contohkan seperti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Undang-undang Pemilu terkait dengan suara terbanyak. Menurut dia, sesuai dengan ketentuan sebelumnya, anggota parlemen itu dipilih sesuai dengan nomor urut. Namun, setelah digugat oleh pasar, dan masyarakat, harus suara terbanyak, MK tak punya kekuatan.

Sehingga, dengan adanya desakan-desakan, putusan yang ditetapkan sesuai nomor urut partai diubah menjadi suara terbanyak. Makanya, kata dia, kalau nanti banyak suara rusak, dan golput, salah satunya yang menjadi penyebab kata dia adalah MK. Selain itu, dia mencontohkan putusan MK tentang pejabat negara yang harus mengundurkan diri jika berkiprah di politik. Namun, lanjut dia, keputusan itu diubah cukup dengan nonaktif. Padahal, putusan itu sudah dijalankan dan memakan korban Bupati Mojokerto, Achmadi yang mengundurkan diri, karena ikut mencalonkan Gubernur Jatim.

''Sekarang diubah, cukup nonaktif. Itu berarti putusan hukum tak menata, tapi merusak. Tragisnya, MK itu sekarang menjadi setengah malaikat.'' tandasnya. Menurut dia, kondisi semacam itu karena pelaku hukum tidak netral, dan profesional. ''Kalau pelaku hukum mulai dari pengacara, polisi, jaksa hingga hakim netral dan profesional, saya yakin tak terkooptasi salah satu kubu. Baik itu negara, pasar maupun masyarakat anomali,'' jelasnya sembari menambahkan bila masyarakat anomali ini justru menjadi penafsir hukum.

Hal senada juga diungkapkan Prof Dr Muslan Abdurrahman MH. Menurut dia, penafsiran dan penerapan hukum di Indonesia selama ini sangat jarang dilandasi dengankecerdasan spiritual. ''Dalam pengambilan keputusan yang jadi acuan hanya logika dan prosedur. Padahal hukum itu memiliki roh, asas dan tujuan.

Makanya, membutuhkan perenungan yang harus menggunakan kecerdasan spiritual,'' tandasnya. Sayangnya, kata dia, sangat langka hakim di Indonesia yang menggunakan kecerdasan. Di antara yang langka itu, kata dia adalah Hakim Adi Andojo Soetjipto, Bismar Siregar, Jaksa Agung Baharuddin Lopa, Gatot Mangku Prajadan lain-lain. Karena itu, dia berharap para pelaku hukum di Indonesia bisa memahami dan menjalankan hukum dengan kecerdasan spiritual. Sehingga hukum yang diterapkan tidak kehilangan roh, dan tak berpihak pada salah satu kubu dari triaspolitika hukum, yaitu negara, pasar atau masyarakat anomali. aji/pur

من المقطوع: http://rol.republika.co.id/berita/42172/Hukum_Cenderung_Menjauhi_Negara
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: