Pendiri Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan (ilustrasi). |
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Menyambut usia satu abad, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyelenggarakan "International Research Conference of Muhammadiyah" di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Pembukaan seminar dilakukan oleh Gubernur Jawa Timur (Jatim) Soekarwo, Kamis (29/11) malam, dan penutupan dilakukan pada Ahad (2/12).
Hadir dalam acara itu Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin, Direktur Pascasarjana UIN Jakarta Azyumardi Azra, dan mantan ketua umum PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif.
Menurut Soekarwo, peran Muhammadiyah sangat penting dalam membantu kebijakan pemerintah provinsi (Pemprov) Jatim dapat diaplikasikan dalam tataran masyarakat. Tanpa bantuan Muhammadiyah, kata dia, bisa jadi ada beberapa program yang dijalankan Pemprov bakal tidak terlaksana.
Ia menyebut, tingkat pertumbuhan ekonomi dan jumlah warga miskin Jatim lebih rendah dari rata-rata nasional. "Ini semua berkat peranan penting Muhammadiyah yang ikut berkontribusi dalam membuat kesejahteraan dan religiositas masyarakat Jatim lebih tinggi dari rata-rata nasional," ujar Pakde Karwo, sapaan karibnya.
Karena itu, ia berharap peran yang disebarkan Muhammadiyah bisa lebih besar setelah merayakan milad seabad. "Muhammadiyah harus bisa menjawab tantangan zaman."
Rektor UMM Muhadjir Effendy, seminar ini digelar untuk mencari identitas baru Muhammadiyah dalam menghadapi tantangan abad kedua organisasi. Sejak dilahirkan Ahmad Dahlan dari sebuah kampung kecil di Yogyakarta, kata Muhadjir, Muhammadiyah telah berkembang pesat dalam mewarnai kehidupan berbangsa.
Agar perannya terus terjaga maka seminar ini diadakan dengan banyak meminta masukan dari pihak luar yang secara independen dapat menilai perjalanan organisasi secara objektif. "Acara ini membahas Muhammadiyah dengan berbasis riset yang dilakukan berbagai profesor dari seluruh dunia," katanya.
Din Syamsuddin menyambut baik diadakannya seminar yang bertujuan untuk mencari solusi terbaik bagi Muhammadiyah dalam menatap abad ke-21. Ia membandingkan, tantangan Muhammadiyah sekarang lebih berat dibanding sebelumnya.
Din menyebut, persoalan globalisasi dan liberalisasi yang mengepung segala lini kehidupan masyarakat Indonesia harus diwaspadai. Muhammadiyah, pesan dia, diharapkan bisa terlibat dalam membantu meningkatkan tingkat kemakmuran rakyat. "Caranya dengan melindungi kekayaan alam, baik itu air, tanah, dan udara dari penguasaan asing," katanya. "Jangan sampai salah kelola."
Din melanjutkan, Muhammadiyah juga sepertinya wajib mengembangkan mekanisme pertahanan diri yang dikembangkan untuk melindungi masyarakat dari liberalisme dan fundamentalisme. Dua ajaran itu dinilainya sudah mulai merasuki kehidupan masyarakat. Kalau dibiarkan sangat berbahaya.
"Muhammadiyah wajib terlibat aktif dan mencari solusi melalui kekuatan organisasi agar kehidupan masyarakat tetap berpegang nilai-nilai lokal," terang Din.