Menaikkan PT Lima Persen Tak Halangi Demokrasi

Author : Humas | Tuesday, June 15, 2010 | Suara Karya -

JAKARTA (Suara Karya): Pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof Mas`ud Said menyatakan, ketentuan ambang batas keterwakilan partai politik di parlemen (parliamentary threshold/PT) dari dua setengah persen menjadi lima persen tidak akan mengurangi substansi demokrasi.

"Sebagian besar negara maju saja hanya ada dua sampai tiga partai politik. Sementara di Indonesia ada puluhan, ini terlalu banyak dan menjadi ribet," kata guru besar bidang ilmu pemerintahan tersebut di Malang, kemarin.

 

Ia mengakui, ada kemungkinan dinaikkannya persentase ambang batas perolehan kursi di parlemen tersebut memangkas jumlah partai politik hingga 50 persen dari jumlah yang ada sekarang. Bahkan, menurut dia, memungkinkan sistem politik akan lebih sederhana seperti di masa pemerintahan Orde Baru. Hanya bedanya, pada masa lalu dipaksakan hanya ada tiga partai politik. Namun, dengan penerapan ambang batas keterwakilan parpol di parlemen sebesar lima persen, pemangkasan jumlah parpol berlangsung alamiah.

Ke depan, katanya, atau paling tidak pada saat Pemilu Legislatif 2014, aturan baru PT lima persen tersebut sudah diterapkan supaya lebih simpel dan tidak akan terjadi lagi kejadian-kejadian seperti parpol yang tidak lolos ikut pemilu kemudian berganti nama.

Dengan adanya pengetatan aturan, kata dia, akan semakin sulit mendirikan partai baru, padahal tujuan pendirian partai itu hanya untuk mendapatkan dana partai dari pemerintah dan hanya untuk kepentingan para pengurus atau pimpinannya saja.

Paling tidak, menurutnya, ke depan hanya ada 15-20 partai politik saja yang diloloskan dalam pemilu mendatang. "Kalau jumlah parpol yang bertarung dalam pemilu sedikit, lebih ringkas dan efektif, sebab yang tejadi sekarang ini seperti saur manuk," ujarnya.

Menurut Mas`ud, dinaikkannya ambang batas perolehan kursi di parlemen dari 2,5 persen menjadi 5 persen itu juga banyak untungnya. Keuntungan itu di antaranya adalah parpol tidak akan "ruwet" dan lebih simpel.

"Kita semua berharap usulan itu segera direspons dan dibahas agar bisa diundangkan, sehingga pada Pemilu 2014 sudah bisa dilaksanakan," katanya.

Politik Transisional

Sementara itu, Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia, Jeirry Sumampouw, menyatakan, idealnya parliamentary threshold tetap pada angka 2,5 persen.

Menurut dia, dalam konteks politik transisional seperti sekarang, hal itu justru bisa berbahaya karena dapat memunculkan kartel politik yang mengarah kepada sistem pemerintahan otoriter.

Jeirry Sumampouw kemudian menuturkan beberapa implikasi negatif kalau PT naik menjadi lima persen. "Yang pertama, yang akan mengalami kerugian adalah rakyat. Sistem pemilu kita kan masih berubah-ubah terus dan ini akan secara langsung membuat rakyat dibuat bingung terus dan tidak mengerti, sehingga suaranya bisa jadi tidak bermakna," katanya.

Hal yang kedua, menurut dia, situasi pada butir pertama tersebut berpotensi menjadikan suara tak bermakna jauh lebih besar dibanding pemilu lalu.

 

Jeirry Sumampouw mengusulkan angka cukup ideal, yakni 2,5 persen, karena angka itu membuka kemungkinan partai baru masuk parlemen dalam setiap pemi lu. (Joko S/Andira)

من المقطوع: http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=255246
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: