Dia boleh saja mengaku-aku sebagai cewek yang introvert. Tapi begitu dipancing obrolan soal Jepang, jangan tanyakan betapa lihainya Natasya Windiany menjelaskan tetek bengek kejepangan.
Yap, Nata, sapaan akrabnya, memang maniak Jepang. Bahkan ia pernah dijuluki Weeaboo (orang Jepang jadi-jadian). Padahal cewek kelahiran Mamasa, Sulawesi Selatan, 3 September 1996 ini terserang virus Jepang berkat gemar membaca manga (komik Jepang) dan menonton anime (film Jepang), bukan karena tren atau obsesi belaka. Lagi pula, kecintaan Nata terhadap Jepang ini membuatnya banjir ide dan menelurkan karya-karya orisinal.
‘’Ibaratnya kejepang-jepangan bisa membuatku melampaui batas diriku sendiri. Yang awalnya nggak yakin sama diri sendiri, eh sekarang jadi percaya diri,’’ujar mahasiswi Jurusan Sastra Jepang Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) ini.
Cerita Nata nggak berlebihan. Berkat menekuni seluk-beluk Jepang, ia berhasil malang-melintang di berbagai kejuaraan. Misalnya dia terlibat dalam mini drama Jepang, mengikuti storytellingberbahasa Jepang, dan membikin komik.
Beruntung, sedari SMP Nata menggeluti bahasa Jepang secara autodidak. Maka menentukan konsep, menggarap naskah, hingga melatih teman-temannya berlatih peran berbahasa Jepang pun bukan persoalan berat. ‘’Kendala terbesar ialah properti yang minimalis. Saat itu aku yang berperan sebagai tokoh utama memakai pedang cosplay, padahal seharusnya pedang katana,’’ Nata mengenang.
Perjuangan Nata dan kawan-kawan terbayar ketika mereka meraih Juara 2 dalam Nihon Matsuri Unnes 2013 tingkat Jateng itu.
Kepiawaian Nata menjadi kapten lomba Jepang, membuat ia dipercaya mewakili sekolahnya, SMA 1 Kendal, mengikuti lomba storytelling bahasa Jepang. Saat itu, ia sempat maju-mundur menyatakan kesiapannya.
‘’Namun ketika hari H, aku mencoba total dan bercerita tema horor dengan gaya yang kocak. Nggak disangka, tawa dan tepuk tangan penonton membangkitkan percaya diriku,’’ ujar Nata terkekeh.
Berkat gayanya yang orisinal itu, Nata didapuk sebagai Juara 1 SMA tingkat DIY dalam Nihon Matsuri UGM 2014.
Bikin Komik
Sementara itu, membikin komik bukanlah ihwal baru bagi Nata. Sejak SD ia memang hobi menggambar, namun Nata baru serius menekuni manga di bangku SMP. ‘’Ketika itu aku mulai belajar perspektif dan detail komik lebih mendalam,’’ akunya.
Awal 2015 lalu, Nata menorehkan prestasi sebagai Juara 1 Daisuki Japan V ‘’Ara Akazora Fan Art ’’ Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Kemenangannya itu membuat kini Nata ‘’laris’’ menggarap proyek gambar dari beberapa klien. ‘’Untuk sementara aku nggak mau komersial. Bagiku penghasilan tertinggi berasal dari orang-orang yang mengenal dan menyukai karyaku. Selebihnya cukup membayar biaya listrik yang kupakai selama menggambar,’’ seloroh Nata.
Selain sibuk menggambar, pehobi gim ini tengah mencoba peruntungan sebagai komentator gim di Youtube. Jika videonya mendapat sambutan hangat, nggak menutup kemungkinan bahwa Nata bisa mendapat pundi-pundi finansial dari situ.
Jadwal Nata yang padat itu membuatnya sering kesulitan membagi waktu. Jika terlalu penat, terkadang ia nekat bermalasmalasan dan off dari segala aktivitasnya.
‘’Kalau udah begitu, ada dua hal yang bisa membuatku bangkit lagi: adanya rival yang lebih hebat serta dukungan dan apresiasi publik terhadap karyaku,’’ tandas Nata.
Nah, kendati senang dengan pernakpernik berbau Jepang, bukan berarti Nata nggak ‘’doyan’’ nasionalisme, ya. Sebaliknya, Nata memendam keinginan bahwa suatu saat bisa membuat komik Indonesia berbahasa Jepang. Super!