SURYA Online, MALANG – Disharmoni kepemimpinan antara Anton-Sutiaji yang baru memasuki masa 100 hari kerja, dinilai anggota Dewan Syuro Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Malang, Fatkhullah sebagai cobaan saja.
Fatkhullah mengatakan, Anton-Sutiaji terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota dengan meraup suara tertinggi. Apresiasi masyarakat dan komitmen Anton-Sutiaji saat kampanye untuk membangun Kota Malang, membuat ada kelompok-kelompok tertentu yang tidak suka. "Namanya pemerintahan baru, pasti ada upaya kelompok-kelompok tertentu yang berusaha memecah kesolidan mereka. Ini cobaan saja,” kata Fatkhullah, Minggu (22/12/2013).
Meski begitu, Fatkhullah mencermati belum ada indikasi upaya pengadudombaan antara Anton-Sutiaji. Fatkhullah menilai, kerenggangan ini hanya masalah komunikasi saja. "Secara prinsip tidak ada perbedaan tujuan antara N1 dan N2, hanya masalah komunikasi,” sambungnya.
Fatkhullah menyatakan, akan melakukan pertemuan dengan pimpinan partai dan tokoh-tokoh masyarakat untuk membahas kerenggangan Anton-Sutiaji. “Kalau jadwalnya cocok juga, kami akan berkomunikasi dengan Anton dan Sutiaji,” ujarnya.
Sekretaris DPC Partai Gerindra Malang, Bambang Taufik membantah adanya disharmoni Anton-Sutiaji. Bambang mengatakan hubungan kepemimpinan Anton-Sutiaji berjalan normal. "Semua berjalan sebagaimana mestinya. Kalau wali kota ke lapangan, wakilnya ada di kantor. Hal seperti ini jangan ditafsirkan ada kerenggangan,” imbuh Bambang.
Hal yang sama juga diungkapkan Ketua DPC Partai Gerindra Malang, Widya Farid Iskandar, yang menilai adanya isu disharmoni yang dilontarkan Pusat Pengembangan Otonomi Daerah (PP OTODA) Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) ini merupakan gesture politik yang bisa dilontarkan semua pihak. "Isu itu kan hanya analisa. Semua boleh melakukan dan menafsirkannya. Tapi yang kami pantau, semua berjalan baik, tidak ada kerenggangan itu," tandas Farid.
Menurut Farid, isu kerenggangan Anton-Sutiaji ini ada kaitannya dengan Pileg 2014 mendatang. Isu ini dipakai untuk menggoyang partai pengusung Anton-Sutiaji, yaitu PKB dan Gerindra. "Saya melihatnya ada pihak-pihak yang punya kepentingan mengangkat isu ini untuk pileg nanti,” ujar Farid.
Sebelumnya, Direktur Klinik Hukum PP OTODA FH UB, Syahrul Sajidin, menyatakan ada kerenggangan antara Anton-Sutiaji, padahal pemerintahannya baru berjalan 100 hari.
Fakta kerenggangan yang disampaikan SYahrul, didasarkan pada jarangnya kedua tokoh ini tampil bersama dihadapan publik. Alih-alih tampil bersama, Anton lebih banyak memilih hadir bersama istrinya ketika melakukan tugas.
"Belum lagi peran Sutiaji, yang belakangan ini tidak terlihat sejak Anton memperpanjang jabatan sekkota. Lain halnya ketika satu bulan pertama, di mana Sutiaji masih bisa memberikan pernyataan publik dan mengambil kebijakan,” kata Syahrul saat menyampaikan evaluasi kinerja 100 hari Anton-Sutiaji, Sabtu (21/12/2013).
Syahrul memprediksi, kalau kerenggangan ini terus berlanjut pemerintahan Kota Malang akan seperti pemerintahan Kabupaten Malang, dimana tidak ada peran eksekutif yang dilakukan Wakil Bupati Malang, Achmad Subhan. "Semuanya ditangani Rendra Kresna. Secara kepemerintahan, model one man show ini tidak sehat. Saya harap pemerintahan Kota Malang tidak demikian," paparnya.
Pengamat sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Dr Rinekso Kartono, menganggap wajar kalau ada kerenggangan antara Anton-Sutiaji.
Anton yang berlatar belakang nonpemerintahan (pengusaha), dan Sutiaji yang dari birokrasi bisa memicu kerenggangan ketika akan membuat kebijakan. “Sebagai manusia semua punya ego. Saya menilai yang wali kota merasa paling berkuasa, sementara wakilnya merasa paling tahu. Harusnya dikomunikasikan,” ucap Rinekso.
Rinekso menuturkan Anton harusnya memanfaatkan Sutiaji, sebagai aset politik untuk menentukan struktur birokrasi Kota Malang yang reformis. "Anton bisa manfaatkan pengalaman Sutiaji untuk mengambil info-info yang diperlukan untuk mereformasi birokrasi. Sutiaji sendiri jangan merasa paling paham pemerintahan, tapi yang saya lihat hal itu tidak berjalan,” pungkasnya.