SURYA Online, MALANG – Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 3389 Tahun 2013 tentang Penamaan Perguruan Tinggi Islam, Fakultas dan Jurusan yang mulai berlaku pada akhir tahun lalu, menuai protes dari berbagai Perguruan Tinggi Islam di Indonesia, Sabtu (15/3/2014).
Mereka berpendapat aturan itu sangat memberatkan dan dapat merubah seluruh sistem pengajaran di tiap fakultas.
Sekretaris 1 Badan Kerja Sama Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta Se-Indonesia (BKS-PAIS), Drs Abdul Kadir Rahardjanto, M Si mengatakan, pokok permasalahan dalam keputusan tersebut adalah penamaan fakultas dan Jurusan yang mulai kini jadi kewenangan Kementrian Agama langsung.
“Ini tentu memberatkan karena itu merubah statuta perguruan tinggi, yakni nama Fakultas dan Jurusan adalah hak dari masing-masing perguruan tinggi,” kata Abdul Kadir saat ditemui SURYA Online, Sabtu (15/3/2014) sore.
Ia mencontohkan, tentang penjelasan keputusan tentang Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT).
Dalam keputusan itu harus ada dua jurusan dengan tiga progam studi yang telah ditentukan, yaitu Jurusan Pendidikan Islam yang harus terdiri dari Pendidikan Agama Islam, dan Manajemen Pendidikan Islam.
Jurusan berikutnya yang juga harus ada dengan STIT adalah Jurusan Pendidikan Madrasah.
Dalam jurusan ini harus ada tiga program studi, yaitu Pendidikan Bahasa Arab, Pendidikan Guru Raudlatul Athfal, dan Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah.
"Selain tentang aturan Sekolah Tinggi, keputusan itu juga memuat berbagai persyaratan tentang berdirinya Institut, serta Universitas yang bernaung dibawah Kementrian Agama," kata salah satu pengajar di Universitas Muhammadiyah Malang ini.
Menurutnya, aturan seperti itu cukup memberatkan, sebab kenyataan dilapangan jurusan itu belum tentu ada.
Selain itu, saat ini juga sudah banyak perguruan tinggi yang sudah ‘pede’ mendirikan progam studi baru dengan mengawinkan berbagai cabang keilmuan dasar.
Kendati demikian, lanjutnya, baru Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) saja yang sudah menyatakan sikap penolakannya, sementara 500 Perguruan Tinggi Islam lainnya di Indonesia baru sebatas mempersoalkan pemberlakuan keputusan ini.
UMM mempersoalkan keputusan ini karena hak-nya untuk mendidirikan, dan memberi nama fakultas atau progam studi baru yang bernafaskan Islam tak lagi bisa dilakukan.