Sumber: National Geographic
(CDC/Wikimedia Commons, Ilustrasi) |
Indonesia telah dinyatakan bebas malaria, namun belum untuk demam berdarah dengue (DBD). Padahal keduanya sama-sama penyakit yang penularannya melibatkan nyamuk. Menurut Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak FKUI/RSCM, Sri Rezeki S Hadinegoro, meskipun malaria dan demam berdarah sama-sama ditularkan melalui nyamuk, namun penyebabnya berbeda. Jika malaria disebabkan oleh parasit plasmodium, sedangkan DBD disebabkan oleh virus dengue. Penyebab yang berbeda inilah yang mempengaruhi perbedaan gejala keduanya.
"Gejala malaria lebih mudah dikenali dibandingkan DBD, seperti menggigil, keluar keringat dingin, organ limpa yang diraba terasa membesar. Sedangkan DBD, gejala awalnya hanya demam," ujar dia dalam konferensi pers bertema "Unity and Harmony, Menuju Jakarta Bebas DBD 2020" di Jakarta, Minggu (15/6).
Sri mengatakan, karena gejala malaria mudah dikenali sehingga penanganan dapat langsung dilakukan. Sebaliknya, pemantauan perjalanan gejala DBD merupakan hal yang terpenting dalam penanganan penyakit DBD. Perjalanan penyakitnya bervariasi sehingga dibutuhkan perhatian khusus untuk mengenalinya.
"Penyakit DBD itu tidak bisa diprediksi, jadi harus dipantau terus. Perjalanan penyakitnya sulit," papar Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia ini.
Selain itu, sifat nyamuk yang menjadi vektor kedua penyakit pun beda. Untuk malaria, nyamuknya berjenis Anopheles yang menyukai air kotor. Hal ini membuat nyamuk tersebut lebih mudah untuk diisolasi. Lain halnya dengan nyamuk Aedes yang menjadi vektor DBD yang menyukai air bersih.
"Karena menyukai air bersih, nyamuk Aedes lebih mungkin untuk hidup lebih dekat dengan manusia," kata dia.
Sri menjelaskan, lingkungan yang hangat di Indonesia juga cocok untuk perkembangbiakan nyamuk Aedes. Tak hanya itu, saat ini malaria sudah ditemukan vaksin dan obatnya, tetapi belum untuk DBD.
Hingga awal 2014, terdapat 212 kabupaten/kota di 29 propinsi di Indonesia telah memenuhi syarat untuk dinyatakan bebas penyakit malaria. Sementara DBD masih terjadi di 31 propinsi dan dinyatakan sebagai endemi atau penyakit yang terjadi sepanjang tahun.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/06/mengapa-indonesia-belum-bisa-bebas-dbd