Pesawat yang dilaporkan sebagai jet tempur siluman China, terlihat di Chengdu, Provinsi Sichuan. Foto diambil pada 5 Januari 2011. |
BEIJING, KOMPAS.com - China telah memiliki sebuah pesawat tempur siluman, J-20. Namun, jet itu belum akan digunakan karena masih dalam tahap-tahap pengujian.
Angkatan Udara (AU) China menghatakan hal itu, Rabu (1/6/2016), setelah beredar foto jet tempur itu bergabung dalam armada aktif.
China berharap J-20 akan mengurangi ketimpangan militer dengan Amerika Serikat (AS).
Konfirmasi uji coba pesawat pertama itu bersamaan dengan sebuah kunjungan ke Beijing pada 2011 oleh Menteri Pertahanan AS yang saat itu dijabat, Robert Gates.
Para analis mengatakan, foto J-20 yang beredar itu menunjukkan bahwa China kemungkinan telah menjalani perkembangan yang lebih cepat dari perkiraan.
Kemajuan dalam pengembangan pesawat itu dapat menyaingi pesawat F-22 Raptor yang mampu menghindari radar buatan Lockheed Martin, AS.
Dalam pernyataan dinyatakan, J-20 telah muncul di sejumlah latihan, menyusul siaran televisi nasional yang menunjukkan sejumlah gambar buram yang disebut sebagai J-20 oleh para pemirsa.
Namun, AU China menyebut laporan tersebut sebagai “tidak bisa diandalkan”.
“Pada saat ini, J-20 belum digunakan untuk tugas AU,” kata pihak AU China di situs remisnya Selasa (31/5/2016) sore.
Pihak AU China juga mengatakan, baik J-20 dan pesawat baru lainnya, pesawat pengangkut Y-20, masih berada dalam status uji coba terbang seperti yang telah direncanakan.
"Dalam waktu dekat, J-20 dan Y-20 akan, secara berurutan, dipergunakan untuk tugas, yang secara efektif akan meningkatkan kemampuan AU untuk menjalankan tugas mereka," tambahnya.
Para ahli mengatakan, China sedang berusaha keras untuk mengembangkan mesin mutakhir yang akan membuat jet tempurnya bisa menandingi kemampuan buatan Barat.
Beijing telah meningkatkan penelitian dengan pesat dalam sektor perlengkapan militer baru, termasuk kapal selam, kapal induk, dan rudal anti-satelit, yang telah memicu kekhawatiran di wilayah sekitarnya dan di Washington.
“Dalam beberapa tahun ini, China sebagian besar bergantung kepada kekuatan sendiri untuk mengembangkan persenjataan baru, satu demi satu,” tambahnya.
Editor | : Pascal S Bin Saju |
Sumber |
: Reuters |