Ilustrasi: Tentara Red Coat Inggris Tinggalkan New York (Foto: Library of Congress Print and Photographs Division) )
Kota New York berada di bawah kekuasaan Inggris sejak September 1776. Empat bulan setelah New York lepas dari cengkraman Inggris, kota itu ditetapkan sebagai ibukota Amerika Serikat. Pada 1789, New York menjadi lokasi pelantikan Washington sebagai presiden pertama Amerika. Pada 1790, sesuai Konsitusi AS, status ibu kota negara tidak hanya disandang New York, tetapi juga Philadelphia.
Warga New York membentuk sejarah dari dua negara baru. Inggris mengevakuasi loyalis mereka dari New York di sisa wilayah kekuasaan mereka, sebagian besar berada di Kanada. Para loyalis telah kehilangan tanah dan harta mereka, karena tetap mendukung Inggris. Namun akhirnya kehidupan para loyalis tersebut membaik setelah mendapatkan bagian tanah dari Inggris di Quebec Barat (sekarang Ontario) dan Nova Scotia, Kanada.
Kedatangan mereka ke Kanada menggeser demografi masyarakatnya, dari yang mulanya berbahasa Prancis, hingga pada 1763 menjadi koloni masyarakat berbahasa Inggris. Dengan pengecualian di Quebec, Kanada Timur, tetap berbahasa Prancis.
Pada 1784, satu tahun setelah kedatangan loyalis Inggris di Kanada, populasi penduduk di provinsi New Brunswick, Kanada Timur, berkembang cepat hingga ke Teluk Fundy, Nova Scotia, yang awalnya tidak berpenghuni. Pada 1785, para loyalis mencetak sejarah dengan menggabungkan pemukiman mereka, Parrtown dan Carleton menjadi Kota Saint John. Berpenduduk sekira 14 ribu jiwa, ini merupakan kota Inggris-Amerika Utara pertama dalam sejarah.
Pembagian wilayah antara Anglophile (pecinta kebudayaan Inggris) dan Francophile (pecinta kebudayaan Prancis) akhirnya diakui dengan terciptanya provinsi Ontario, sebelah barat Quebec, Kanada Timur pada 1867.
(rfa)