Kelompok P5+1 dan Iran |
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Iran dan negara-negara kuat dunia P5+1 akan mulai menyusun penyelesaian jangka panjang sengketa program nuklir Iran pada perundingan tingkat ahli di New York bulan depan.
"Selama pertemuan 5-9 Mei, P5+1 yang terdiri Amerika Serikat (AS), Inggris, Prancis, Rusia, Tiongkok ditambah Jerman dan Iran akan mulai menulis draft perjanjian komprehensif yang akan menjadi pekerjaan yang kompleks dan sulit," kata perunding nuklir senior Abbas Araghchi.
Baeedinejad Hamid, Direktur Jenderal Politik dan Urusan Internasional Departemen Kementerian Luar Negeri Iran, akan memimpin tim Iran pada pembicaraan yang dilakukan di sela-sela pertemuan Tinjauan Perjanjian Non-Proliferasi Nuklir.
Prancis, Jerman, Inggris, Tiongkok, Rusia telah menyetujui 20 Juli sebagai batas waktu untuk meraih kesepakatan jangka panjang yang akan memungkinkan mengangkat secara bertahap semua sanksi terkait nuklir terhadap Iran atas program nuklirnya.
Teheran membantah menggunakan program energi atom sipil yang dideklarasikan sebagai kedok untuk secara diam-diam mengembangkan cara untuk membuat senjata nuklir, dan mengatakan program nuklirnya hanya untuk memenuhi kebutuhan listrik dari perusahaan pengayaan uraniumnya.
Berdasarkan terobosan perjanjian awal itu mulai berlaku pada 20 Januari, Iran menghentikan beberapa aspek dari program nuklirnya untuk pertukaran dengan pelonggaran terbatas sanksi internasional yang telah mengakibatkan rendahnya ekonomi produsen minyak utama itu.
Dalam data bulanan terbaru, Badan Energi Atom Internasional (IAEA), yang berperan penting dalam memastikan bahwa Iran adalah bagian dalam kesepakatan itu, sejauh ini Iran mengatakan bahwa pihaknya menyetujui langkah usaha untuk mengekang program nuklirnya itu.