Unjuk rasa dilakukan warga Kolombia menjelang referendum pada September 2016 (Foto: John Vizcaino/Reuters)
Jurnalis : Wikanto Arungbudoyo
BOGOTA – Pemerintah Kolombia dan kelompok pemberontak FARC sama-sama mengumumkan telah menyetujui kesepakatan perjanjian damai yang baru untuk mengakhiri konflik selama 52 tahun. Kesepakatan terbaru ini dibuat setelah warga menolak kesepakatan sebelumnya lewat referendum pada 26 September 2016.
“Kami berhasil mencapai kesepakatan damai baru untuk mengakhiri konflik bersenjata yang akan mengintregasikan perubahan serta menyertakan proposal yang disarankan oleh masyarakat yang beragam secara presisi,” bunyi pernyataan resmi keduanya, disitat Reuters, Minggu (13/11/2016).
“Kami meminta seluruh warga Kolombia dan komunitas internasional untuk mendukung kesepakatan ini serta diimplementasikan dengan cepat sehingga kita bisa meninggalkan tragedi perang di masa lalu. Perdamaian tidak bisa menunggu lebih lama,” tutup pernyataan tersebut.
Mengetahui kesepakatan tersebut, mantan Presiden Kolombia Alvaro Uribe meminta kesempatan bagi kubunya dan para korban konflik untuk mempelajari terlebih dahulu kesepakatan tersebut sebelum diimplementasikan. Sebelumnya, Uribe adalah penentang utama kesepakatan damai yang dicapai September 2016.
“Saya telah mengatakan kepada Presiden Juan Manuel Santos bahwa kesepakatan yang mereka umumkan di Havana, Kuba, tidak deifinitif,” cuit Uribe di akun Twitter. Kicauan tersebut seakan mengindikasikan kubu Uribe masih ingin menentang kesepakatan tersebut.
Pemerintah Kolombia melakukan negosiasi bersama kelompok pemberontak FARC selama empat tahun terakhir di Havana, Kuba, atas inisiatif Juan Manuel Santos. Penerima Nobel Perdamaian 2016 itu mempertaruhkan jabatannya dalam kesepakatan damai untuk mengakhiri konflik bersenjata selama lima dekade antara pemerintah dengan kelompok pemberontak penganut komunis itu.
Masih belum diketahui apakah Juan Manuel Santos akan kembali mengadakan referendum terhadap kesepakatan baru tersebut. Sebelumnya, referendum pada penghujung September 2016 menghasilkan 50,2 persen warga menentang kesepakatan sementara 49,8 persen mendukung. Terdapat selisih yang tipis dalam perolehan suara tersebut, yakni 63 ribu dari 13 juta orang pemilih.