VIVAnews - Petugas kepolisian Inggris menahan dua tersangka yang diduga menggunakan laboratorium milik Departemen Fisika Universitas Bristol untuk memproduksi kokain berkualitas tinggi. Timothy Newbury dan Nicholas Avery membuat narkoba itu dan bermaksud mengedarkannya.
Laman Dailymail, Senin 13 Mei 2013, melansir keduanya tertangkap kamera CCTV menyelinap ke dalam laboratorium untuk mengepak narkoba itu menjadi beberapa paket kecil. Namun, sebelumnya, Avery yang juga mantan tentara itu mencampurkan kokain dengan zat lain di bengkel rumahnya.
Polisi berhasil menangkap keduanya ketika mereka sedang berkendara di Bristol. Sebagai barang bukti, polisi berhasil menyita beberapa paket kokain senilai 10 ribu poundsterling atau senilai Rp149 juta.
Pencarian kemudian dilakukan ke rumah Avery yang berlokasi di Totterdown, pinggiran kota Bristol dan berhasil menemukan kokain murni dengan kualitas tinggi senilai 200 ribu poundsterling atau Rp2,9 miliar. Keduanya akhirnya berurusan dengan hukum akibat ulahnya itu.
Pengadilan Bristol Crown memberikan hukuman penjara selama 18 bulan bagi Newbury yang bekerja sebagai teknisi laboratorium fisika di kampus itu. Sementara itu, Avery dipenjara selama lima tahun. Keduanya mengakui perbuatan mereka.
Setelah kasus ini terungkap, Universitas Bristol langsung memecat Newbury. Juru bicara kampus mengaku, Newbury dipecat setelah ada investigasi internal. "Kami memecat karyawan tersebut setelah hasil investigasi yang kami lakukan keluar," ujar juru bicara.
Sementara itu, pengacara masing-masing membela kliennya dengan mengatakan keduanya tidak bermaksud melakukan tindakan kriminal itu.
Tim Rose, pengacara Newbury mengatakan, kendati kliennya memiliki kemampuan mumpuni soal laboratorium, namun tidak dapat menolak permintaan Avery yang meminta bantuan. Di lain pihak, pengacara Avery, Tabitha Macfarlane, mengatakan, kliennya berbuat tindak kriminal tersebut dilatarbelakangi faktor ekonomi.
Avery yang merupakan pensiunan tentara membutuhkan dana untuk bisa mendapatkan lisensi sebagai pengawal pribadi. Selain itu, dia mengatakan, Avery takut menjadi beban bagi keluarga, terutama ayahnya yang telah berusia 88 tahun.
"Avery takut setelah kasus ini, dia tidak dapat bertemu ayahnya," ujar Macfarlane. (art)
sumber : vivanews