Tentara Malaysia menembakkan senapan mesin dalam kontak senjata dengan kelompok penyusup asal Kesultanan Sulu
|
KUALA LUMPUR - Pemerintah Malaysia menegaskan tak akan mengizinkan para penyusup bersenjata asal Filipina selatan, yang sekarang masih dalam pengejaran, bertemu pejabat ataupun pihak keluarga mereka dari Filipina.
Jika hal itu terjadi, pihak Malaysia tak mau menjamin keselamatan para negosiator dari Filipina saat berada di lokasi bergolak tersebut.
Penegasan itu dilontarkan Menteri Luar Negeri Malaysia Anifah Aman, Rabu (13/3), kepada wartawan seusai memberi uraian singkat terhadap lebih dari 80 diplomat asing di Kuala Lumpur.
”Pemerintah dan aparat keamanan Malaysia tak dapat menjamin keamanan para negosiator. Ini bukan waktu dan tempat yang tepat buat orang luar masuk ke kawasan itu,” ujar Anifah.
Sebelumnya diwartakan, dalam pertemuan antara Menteri Dalam Negeri Filipina Mar Roxas dan perwakilan Kesultanan Sulu, Esmail Kiram II, di Manila, muncul usul gencatan senjata.
Dengan gencatan senjata, para juru runding dari Filipina bisa masuk ke lokasi bergolak di Sabah untuk menegosiasikan bagaimana kekacauan berdarah, yang telah berlangsung sebulan itu, akan diselesaikan.
Menanggapi pernyataan Anifah itu, Esmail di Manila bersikeras bahwa pertemuan pribadi antara dirinya dan adik bungsunya, Agbimuddin Kiram, yang memimpin kelompok penyusup di Sabah, bisa menjadi langkah penting untuk menghentikan kekacauan dan jatuhnya lebih banyak korban jiwa.
”(Tetapi) hal itu sangat sulit untuk dilakukan tanpa kerja sama dari Pemerintah Malaysia,” ujar Esmail.
Upaya berunding dengan kelompok penyusup yang mengklaim sebagai pengikut Kesultanan Sulu itu sebenarnya telah dilakukan oleh Pemerintah Malaysia dan Filipina saat awal krisis terjadi.
Para penyusup, yang jumlahnya 100-300 orang dan sebagian bersenjata, ketika itu diminta untuk keluar dari Sabah secara baik-baik dan tanpa kekerasan.
Krisis itu berubah menjadi kekacauan berdarah setelah dua polisi Malaysia tewas pada 1 Maret. Pemerintah Malaysia kemudian melancarkan serangan militer besar-besaran ke sejumlah wilayah di Sabah, awal pekan lalu.
Bantuan hukum
Anifah juga menegaskan, Pemerintah Malaysia tidak akan memberi akses bantuan hukum terhadap puluhan warga Filipina yang telah ditahan di Sabah karena dicurigai memberi bantuan dan informasi kepada para penyusup itu.
Mereka ditahan berdasarkan undang-undang keamanan nasional Malaysia, yang memungkinkan penahanan seseorang selama 28 hari tanpa proses pengadilan, sebelum para tersangka itu dibebaskan atau diajukan ke pengadilan.
Sementara itu, Perdana Menteri Malaysia Najib Razak menegaskan, insiden berdarah yang terjadi Sabah menjadi peringatan yang menyadarkan negara itu untuk memperketat keamanan di kawasan perbatasan mereka.
Najib mengakui, hal itu tak mudah mengingat garis pantai perbatasan yang sangat panjang dan luas serta pergerakan tradisional manusia antarnegara, yang berlangsung sejak berabad-abad silam.
Dalam perkembangan lain, perahu patroli Angkatan Laut (AL) Filipina, Rabu, mencegat dua perahu berisi 35 orang, yang diduga bagian dari para penyusup tersebut.
Mereka berupaya kabur keluar perairan Sabah untuk kembali ke Filipina. Kelompok itu membawa 11 pucuk senjata dan salah seorang dari mereka terluka tembak. Setelah ditangkap, mereka dibawa ke kapal perang AL Filipina di lepas pantai Tawi-Tawi.