Warga korban gempa berada di tenda daarurat di area terbuka di Kathmandu, Nepal, 26 April 2015. Gempa tektonik berkekuatan 7.9 SR mengguncang Nepal pada 25 April, mengakibatkan ribuan orang meninggal. |
KATHMANDU, KOMPAS.com - PBB, Selasa (28/4/2015), memperkirakan delapan juta jiwa warga Nepal terdampak bencana gempa dahsyat yang menewaskan lebih dari 4.000 orang yang terjadi akhir pekan lalu.
PBB menambahkan, di lokasi bencana saat ini sangat membutuhkan berbagai barang mulai dari tenda terpal, air bersih, sabun hingga obat-obatan.
"Berdasarkan perkiraan awal dan berdasarkan pemetaan intensitas gempa terbaru, delapan juta orang di 39 distrik terdampak bencana ini dan dua juta orang di antaranya tinggal di 11 distrik yang rusak paling parah," demikian laporan terbaru PBB.
Gempa bumi berkekuatan 7,9 dalam skala Richter yang terjadi pada Sabtu siang lalu menghancurkan banyak bangunan di ibu kota Kathmandu dan mengakibatkan rumah-rumah penduduk desa yang sebagian besar dibangun dengan bahan tanah luluh lantak.
Sementara itu, badan PBB urusan anak-anak (UNICEF) mengatakan persediaan makanan dan air bersih terus menipis akibat bencana terburuk yang menimpa kawasan pegunungan Himalaya dalam 80 tahun terakhir itu.
Di lembah Kathmandu, warga nyaris tak melakukan kegiatan apapun dalam dua hari terakhir. Pada Senin, sejumlah toko kecil mulai buka namun tempat-tempat bisnis berskala besar belum kembali beroperasi.
Puluhan mobil dan truk terlihat mengantre BBM yang persediaannya juga terus berkurang. Bank masih tutup dan meski mesin-mesin ATM bisa berfungsi namun penambahan uang di mesin-mesin itu tak terjadi.
Sementara itu, para korban selamat untuk hari ketiga harus tidur di alam terbuka, karena mereka masih khawatir adanya gempa susulan yang akan menghancurkan bangunan yang saat ini masih berdiri.
Sayangnya, meski banyak organisasi kemanusiaan internasional yang bekerja di Nepal, bantuan yang mengalir ke negeri itu masih sulit disalurkan kepada para korban.
Penyebabnya terutama adalah mengeluarkan bantuan itu dari bandara Kathmandu di tengah minimnya tenaga manusia untuk menurunkan bantuan tersebut dan tak tersedianya angkutan untuk membawa bantuan itu ke lokasi bencana.