Para Tentara Pembebasan Suriah
|
DAMASKUS, KOMPAS.com - Pemberontak Suriah menembakkan sejumlah mortir ke salah satu istana Presiden Bashar Al Assad di ibukota Suriah. Penembakan mortir itu, yang diklaim Tentara Pembebasan Suriah, berlangsung Selasa (19/2). Sementara itu, jumlah korban tewas meningkat akibat serangan rudal rezim Assad di kota Aleppo.
Pada saat bersamaan, puluhan warga Rusia meninggalkan Suriah yang terkoyak perang dengan menggunakan pesawat yang dikirim Moskwa. Angkatan laut Rusia juga dilaporkan telah mengirim empat kapal perang ke Laut Tengah untuk mengevakuasi warganya.
Kekerasan terbaru itu terjadi saat PBB mengatakan lebih dari empat juta orang di Suriah sangat membutuhkan bantuan. Jumlah itu naik tajam dari sebanyak 2,5 juta orang pada September.
Kantor berita resmi Suriah, SANA, yang mengutip seorang pejabat yang tidak disebutkan namanya, melaporkan, di Damaskus, dua mortir jatuh di wilayah "dekat dinding selatan Istana Tishreen" dan di dua rumah sakit. Serangan morti itu menyebabkan kerusakan tetapi tidak ada korban. Sangat sedikit yang diketahui tentang keberadaab Assad, dan Tishreen biasanya disediakan untuk para pejabat. Namun kali ini pertama kalinya rezim itu melaporkan serangan mortir yang jatuh di dekat sebuah istana sejak konflik itu meletus 23 bulan lalu.
Dewan militer Tentara Pembebasan Suriah mengumumkan di Facebook bahwa "Tentara Pembebasan telah menembakkan mortir ke istana presiden Tishreen" di barat Damaskus.
Penembakan itu terjadi sehari setelah serangan rudal permukaan-ke-permukaan razim Assad yang meratakan kawasan perumahan di Aleppo. Serangan rudal itu menewaskan sedikitnya 31 orang, kata Observatorium Hak Asasi Manusia Suriah, Selasa. Termasuk di antara mereka yang tewas adalah empat belas anak dan lima perempuan. "Jumlah korban tewas kemungkinan meningkat karena mayat-mayat sedang diangkat dari reruntuhan," kata lembaga itu.
Warga mengatakan, tidak ada pesawat di udara ketika rudal itu menghantam. Sementara Direktur Observatorium, Rami Abdel Rahman, kepada AFP mengatakan, tingkat kerusakan yang ada menunjukkan bahwa rudal permukaan-ke-permukaan mungkin telah digunakan dalam serangan itu.
Abu Hisham, seorang wartawan warga yang berbasis di Aleppo, mengatakan "perumahan di wilayah itu dibangun secara informal. Butuh sebuah roket permukaan-ke-permukaan untuk menghancurkan seluruh lingkungan itu."
Rekaman video dan foto-foto diambil para ktivis di Aleppo, tempat pertempuran paling sengit sejak militer melancarkan serangan habis-habisan untuk menghentikan kemajuan pemberontak di kota itu pada 20 Juli, menunjukkan kerusakan dasyat di Jabal Badro. Film amatir yang diunggah di media online oleh Pusat Media Aleppo yang anti-rezim menunjukkan kerumunan orang berkumpul di sekitar gundukan reruntuhan dan sebuah buldoser menyekop puing-puing, sementara warga mencari para kerabat mereka.
"Saya bersumpah demi Tuhan. Saya menyelamatkan bayi berusia dua bulan dari reruntuhan!" teriak seorang pria tak dikenal dalam video itu, yang keasliannya tidak dapat memverifikasi.
Sementara itu, di basis rezim Assad di Latakia, dua pesawat Rusia membawa bantuan kemanusiaan dari Moskwa ke kota pelabuhan itu. Dua pesawat itu kemudian mengangkut pulang 99 warga Rusia dan warga dari bekas wilayah Soviet yang ingin meninggalkan Suriah.
Moskwa, yang masih terus berhubungan dekat dengan rezim Assad, juga mengumumkan akan menjadi tuan rumah bagi Menteri Luar Negeri Suriah, Walid al-Muallem, untuk membicarakan krisis Suriah minggu depan.
Menurut Observatorium, sedikitnya 40 orang tewas di Suriah hari Selasa, termasuk lima dalam serangan bom mobil di Provinsi Damaskus.
Di Jenewa, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, Valerie Amos, menggambarkan situasi "memilukan" saat ia mengumumkan bahwa empat juta orang di Suriah membutuhkan bantuan. "Kita sedang menyaksikan sebuah tragedi kemanusiaan yang terungkap di depan mata kita," kata Amos. PBB mengatakan, setidaknya 70.000 orang tewas dalam konflik yang telah berlangsung hampir dua tahun itu, sementara jumlah warga Suriah yang meninggalkan tanah air mereka kini mencapai 850.000 orang.