VIVAnews - Wabah flu burung yang mendera China termasuk dalam kategori sangat berbahaya. Pemindaian menggunakan termometer inframerah tidak lagi ampuh dalam mendeteksi penderita dan mencegahnya masuk ke suatu daerah.
Inilah yang disadari oleh pemerintahan Hong Kong. Diberitakan CNN, Senin 29 April 2013, pemerintah daerah otonomi China ini memperketat pengawasan mereka terhadap para pendatang terutama pada Libur Hari Pekerja Senin-Rabu.
Menurut Menteri Makanan dan Kesehatan Hong Kong, Ko Wing-man, untuk liburan tersebut, sebanyak 600 pengawas akan ditempatkan di perbatasan, termasuk lebih dari 100 sukarelawan. Tugas mereka adalah mengawasi lekat orang-orang yang diduga memiliki gejala flu burung.
"Akan dilakukan imbauan dan penyuluhan di perbatasan untuk mengingatkan pengunjung agar diam di rumah atau ke dokter jika mereka tidak sehat," kata Ko.
Selain itu, pemerintah Hong Kong mengimbau agen wisata untuk memperhatikan pesertanya yang memiliki gejala flu burung jenis H7N9 ini. Beberapa gejala virus ini yang ditulis WHO adalah pneumonia akut, demam, batuk-batuk, dan sesak napas.
Sejauh ini, sudah 124 orang menderita flu burung yang oleh WHO disebut "salah satu virus paling mematikan" itu. Sebanyak 23 orang penderita meninggal dunia. Sementara itu, 14 orang berhasil pulih setelah menjalani perawatan.
Penderita pertama di luar China adalah seorang pengusaha di Taiwan. Dia diketahui pulang dari perjalanan bisnis di Provinsi Jiangsu. Di provinsi ini, ada 27 penderita, empat di antaranya meninggal dunia.
Badan kesehatan China dan WHO masih terus menyelidiki virus jenis baru itu. Mereka mencari tahu asal mula virus dan bagaimana cara penyebarannya. Dalam penyelidikan, tidak ditemukan bukti virus ini menular dari manusia ke manusia. (art)
