Perusahaan taksi aplikasi Uber kalah dalam upaya untuk mencegah para supirnya di London wajib mengikuti ujian Bahasa Inggris.
Pada Agustus lalu, mereka menempuh jalur hukum untuk menentang keputusan otorita transportasi London (TfL) yang mewajibkan para supir taksi membuktikan kemampuan berkomunikasi dalam Bahasa Inggris.
Uber berpendapat tingkat membaca dan menulis yang disyaratkan ujian itu terlalu tinggi.
"TfL berhak untuk mensyaratkan para supir mobil sewa pribadi memperlihatkan kepatuhan Bahasa Inggris," tegas Hakim John Mitting.
Perusahaan taksi aplikasi yang berkantor pusat di Amerika Serikat ini akan mengajukan banding dan mengatakan keputusan hakim 'tidak adil serta tidak proporsional'.
Keputusan juga berlaku untuk para supir minicab , layanan taksi pesanan yang tidak boleh mengambil penumpang di jalanan.
TfL berpendapat persyaratan Bahasa Inggris penting untuk menjamin keselamatan penumpang dan peningkatan standar pelayanan.
Tom de la Mare, pengacara yang mewakili Uber dan tiga supir Uber, mengatakan kepada hakim bahwa persyaratan yang ditetapkan TfL akan membuat sekitar 70.000 pemohon gagal mendapatkan lisensi supir taksi dalam waktu tiga tahun mendatang.
Ketiga supir taksi yang dibelanya adalah warga Hungaria, Sandor Balogh; warga Bulgaria, Nikolay Dimitrov; dan Imran Khan dari Pakistan.
Perubahan peraturan, termasuk dalam hal asuransi dan pusat panggilan taksi, menurut De La Mare juga akan menyebabkan biaya operasional perusahaan membengkak hingga jutaan pound sterling.
Salah satu alasan gugatan adalah bahwa ujian Bahasa Inggris akan berdampak pada supir-supir dari negara yang tidak berbahasa Inggris sehingga meningkatkan 'diskriminasi tidak langsung berdasarkan ras dan kebangsaan."
Namun TfL berpendapat persyaratan Bahasa Inggris penting untuk menjamin keselamatan penumpang dan peningkatan standar pelayanan.