JAKARTA - Kondisi internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali memanas. Setelah Suryadharma Ali (SDA) dipecat secara sepihak dari jabatan ketua umum, PPP kembali terbelah.
Kendati demikian, meski sudah diujung tanduk, partai berlambang kakbah itu diprediksi tidak akan sampai terpecah atau membubarkan diri. Pasalnya, tokoh PPP banyak yang tetap masih menjaga kewibawaannya.
"PPP tidak akan berakhir dengan pecah dua karena masing-masing kelompok memiliki derajat kewibawaan yang sama dan tidak memiliki figur yang sesuai dengan selera publik," kata pengamat politik Universitas Indonesia (UI), Agung Suprio, saat berbincang dengan Okezone, di Jakarta, Minggu (14/9/2014) malam.
Menurutnya, sebaiknya partai berwarna kjebesaran hijau itu mengambil jalan damai dengan saling menurunkan gengsi masing-masing pihak.
"Sebaiknya kedua belah pihak saling merendahkan hatinya dan kembali kepada adab Islam untuk membuat suatu keputusan karena mereka mempertengkarkan hal yang remeh-temeh seperti kursi ketua umum, bukan memikirkan bagaimana nasib konstituen atau umat yang masih nestapa," terangnya.
Dia menilai, konflik PPP yang terjadi intinya berada pada perebutan kekuasaan partai oleh elite partai PPP yang ingin berada di pusaran kekuasaan.
"Kekuasaan itu rumusnya mudah jika pembagiannya adil dan itu bisa dilakukan jika para elitenya tidak cinta dunia," ujarnya.
Agung menambahkan, jika PPP terus menerus meributkan hal yang berhubungan dengan kekuasaan, maka PPP diprediksi akan bubar pada 2019 lantaran tidak akan mendapat simpati masyarakat.
"Kalau masih tengkar untuk hal yang remeh temeh, maka PPP akan tidak dipilih pada 2019 sehingga harus bubar atau mengganti namanya. Kalau hanya dikenang sebagai sejarah, maka itu kesalahan elite PPP saat ini," tukasnya. (put)