Petani melihat sawah mereka yang kekeringan di Kecamatan Sintoga, Kabupaten Padangpariaman, Sumbar, Jumat (18/2). Ratusan hektare sawah di daerah tersebut alami kekeringan dan terancam mati karena sudah lama tidak turun hujan di hulu sehingga petani terpaksa menyedot air irigasi yang ikut surut. (ANTARA/Iggoy el Fitra) |
Banjarnegara (ANTARA News) - Kepala Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, Dwi Atmadji menyebutkan sekitar 33 hektare tanaman padi di Desa Majatengah, Kecamatan Banjarmangu, terancam mati akibat kekeringan.
"Hingga minggu pertama Agustus, luas sawah yang terancam kekeringan mencapai 202 hektare, yang tersebar di beberapa kecamatan, antara lain Susukan, Mandiraja, Banjarmangu, Punggelan, Pandanarum, dan Kalibening. Dari luasan tersebut, sekitar 33 hektare tanaman padi di Desa Majatengah, Kecamatan Banjarmangu, sulit diselamatkan," katanya di Banjarnegara, Selasa.
Menurut dia, hal itu disebabkan usia tanaman di Desa Majatengah masih di bawah 60 hari setelah tanam.
Selain itu, kata dia, di Desa Majatengah sudah tidak ada lagi yang dapat dimanfaatkan untuk pengairan.
"Di samping karena kurang patuhnya pada pola dan jadwal tanam, kondisi ini juga terjadi akibat terlalu cepat susutnya air irigasi dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kalau di lokasi lain masih bisa diselamatkan dengan pompanisasi," kata dia menjelaskan.
Dia mengatakan, Dinas Pertanian Perikanan dan Peternakan (Dintankannak) sebenarnya sudah berulang kali mengimbau petani terutama di wilayah rawan kekeringan untuk memerhatikan pola tanam padi-padi-palawija.
Selain untuk memutus siklus hama padi dan menjaga kondisi tanah, kata dia, penanaman palawija khususnya kedelai juga dapat mendukung program swasembada kedelai yang dicanangkan pemerintah sehingga tidak lagi tergantung pada impor.
"Kita ingin Kecamatan Susukan bisa kembali menjadi sentra penghasil kedelai seperti dulu," katanya.
Menurut dia, petani di Susukan cenderung meninggalkan kedelai sejak wilayah itu terjangkau jaringan irigasi karena beranggapan jika komoditas lain lebih menguntungkan.
"Faktor iklim juga cukup berpengaruh karena Banjarnegara hanya memungkinkan satu kali bertanam kedelai. Selain itu, ketersediaan benih bermutu dan tepat waktu juga sangat sulit," katanya.
Dalam kesempatan berbeda, Dwi Atmadji mengatakan pemerintah pusat pada 2012 melalui program Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) telah menyalurkan bantuan langsung benih unggul kedelai untuk lahan seluas 500 hektare di Banjarnegara yang tersebar di Kecamatan Susukan, Klampok, dan Wanadadi dengan jumlah bantuan sebanyak 40 kilogram per hektare. (SMT/M008)