Foto : Istimewa |
JAKARTA – Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan mewacanakan akan memberi sanksi bagi peserta yang telat atau tidak membayar iuran. Para peserta yang telat membayar diwacanakan tidak akan dilayani saat mengurus dokumen seperti SIM, KTP, dan paspor.
Direktur Utama BPJS Kesehatan, Fahmi Idris mengatakan, rencana penerapan sanksi itu diambil setelah ditemukan masalah rendahnya tingkat kolektibilitas dari kalangan peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau peserta mandiri. Ia berharap dengan sanksi tidak mendapatkan layanan administrasi dapat mendongkrak angka koletibilitas tersebut.
“Nanti akan dibuat sanksi, misalnya tidak bisa perpanjang KTP, SIM, atau paspor,” sebut Fahmi di Jakarta, kemarin. Sanksi tersebut masih akan dikaji, sehingga belum akan diterapkan dalam waktu dekat. BPJS Kesehatan juga akan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga dan institusi terkait jika sampai rencana sanksi ini jadi diterapkan. “Meskipun entah kapan diterapkan, yang pasti akan ada sosialisasinya agar tidak terjadi resistensi berlebihan dari masyarakat,” jelas dia.
Seperti diungkapakan Fahmi beberapa waktu lalu, BPJS Kesehatan memang tengah mengalami missmatch karena tingginya pembayaran klaim namun tidak diimbangi dengan iuran yang masuk. Namun bagi peserta yang benar-benar sedang dalam kondisi sulit untuk membayar iuran, dapat dialihkan ke skema jamkesda sampai kondisi ekonomi peserta yang bersangkutan kembali membaik.
Peralihan peserta ke Jamkesda ini juga tidak akan sembarangan dilakukan, dengan kata lain akan diperketat sesuai dengan kriteria yang ditetapkan Kementerian Sosial. Sedangkan bagi peserta yang telat membayar karena alasan malas mengantri, BPJS Kesehatan telah membuka jalur pembayaran online. Sehingga peserta dapat melakukan pembayaran di 130.000 outlet baik itu di toko swalayan maupun kantor pos.
Tindakan Jahat
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Tata Negara dari Universitas Khairun, Ternate, Margarito Kamis menilai wacana tersebut telah menunjukkan bahwa pengelolaan negara dilakukan layaknya mengelola perusahaan. “Mengelola negara tidak boleh mengedepankan untung rugi dari pada memenuhi hak kesehatan masyarakatnya,” tegasnya.
Terlebih lagi kesehatan merupakan hak dasar masyarakat. Jika mengaitkan defisit dengan memberi sanksi administrasi maka itu merupakan tindakan yang jahat. “Defisit itu kan hanya persoalan salah urus saja,” tegas Margarito. Anggota Komisi IX DPR, Ali Taher menilai pemerintah telah melanggar hak pribadi masyarakat dengan tidak melayani pembuatan KTP, SIM dan paspor. Meskipun sanksi tersebut dilakukan karena alasan peserta telat membayar iuran.
“Saya sangat tidak setuju dengan sanksi adminstratif, baiknya kajian ini dihentikan,” tegas Ali. Sanksi tersebut sangat tidak layak dijatuhkan, terlebih lagi mengingat layanan yang diberikan BPJS masih belum optimal. Ia menyarankan, agar BPJS Kesehatan lebih memilih jalur peningkatan pelayanan kesehatan dari pada memberi sanksi yang minim rasa keadilan.
“Itu namanya penekanan terhadap hak sipil. Lebih baik mereka sosialisasi lebih gencar untuk membangun kesadaran bagi para peserta,’’ seru anggota DPR dari Fraksi PAN ini. Defisit yang dialami BPJS Kesehatan pun, menurut Ali bukan urusan rakyat.
Seharusnya negara memperbaiki pengelolaan manajemen yang ada di internal BPJS Kesehatan itu sendiri. Pengelolaan keuangan BPJS Keesehatan yang bermasalah juga tidak boleh membuat BPJS menjadi panik dan kalap sehingga mengorbankan kepentingan orang banyak.
“Kan kita sama-sama tahu amanat UU bahwa fakir miskin dan orang terlantar dipelihara negara,” jelasnya. Secara terpisah, Anggota DPRD Seruyan, Kalimantan Tengah, Khairil Yadi mengatakan, hingga saat ini masih banyak warga yang mengeluhkan pelayanan kesehatan saat berobat. “Meskipun rutin membayar iuran BPJS, namun saat datang berobat, warga tidak mendapat pelayanan dari petugas medis, bahkan obat-obatan sering tidak tersedia,” katanya. cit/Ant/E-3