(dari kiri kekanan) Wakil Ketua OC Bobby Adityo Rizaldi, Ketua OC Hetifah Sjaifudijan, Sekjen DPP Partai Golkar Idrus Marham, Ketua SC Yahya Zaini, dan Wakil Ketua SC Happy Bone Zulkarnain saat memberikan keterangan di Hotel Sultan, Jakarta, Senin (26/9/2016). Partai Golkar mala mini menyelenggarakan Pertemuan Nasional I Legislatif dan Eksekutif Partai Golkar se-Indonesia.| Kompas.com / Dani Prabowo
Ia menilai, usulan yang disampaikan pemerintah dalam draf revisi Undang-Undang Pemilu itu bisa menjadi salah satu alternatif solusi dari dampak putusan Mahkamah Konstitusi.
MK memutuskan, mulai 2019, Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden digelar secara serentak.
Dengan penyelenggaraan yang bersamaan, maka hasil pemilu legislatif tidak bisa lagi dijadikan dasar persyaratan bagi parpol untuk mengusung pasangan capres dan cawapres.
"Kan kalau pemilu serentak sudah keputusan MK, jadi enggak bisa lagi dipertanyakan. Makanya pemerintah memberi solusi dengan menggunakan hasil pileg sebelumnya," kata Hetifah, di Jakarta, Selasa (27/9/2016).
Ia menilai, solusi dari pemerintah ini bukan tanpa cela. Sebab, kekuatan parpol di pemilu 2014 lalu bisa saja jauh berbeda pada 2019 mendatang.
Aturan ini juga menutup kesempatan partai yang baru lolos verifikasi untuk ikut mengusung capres.
Hetifah mengatakan, ada satu alternatif solusi lain yang bisa diambil, yakni menghilangkan sepenuhnya penggunaan hasil pileg sebagai syarat untuk mengusung pilpres.
Tak perlu lagi ada ketentuan bahwa parpol atau gabungan parpol harus mendapatkan sejumlah suara di pileg untuk mengusung capres.
Namun, aturan ini juga bukan tanpa cela. Sebab, dengan ketentuan ini, maka setiap parpol bisa mengajukan capresnya masing-masing.
Saat ini saja, ada sepuluh partai yang berada di parlemen, belum ditambah kemungkinan munculnya partai baru.
"Kalau jumlah calon presiden terlalu banyak bagaimana? Kalau semua ingin ada capres sendiri, pasti secara teknis sulit dan masyarakat bingung. Harus ada mekanisme menyederhanakan," kata dia.
Hetifah berharap bisa muncul solusi yang tepat saat Komisi II DPR membahas RUU Pemilu bersama pemerintah.
Penulis | : Ihsanuddin |
Editor |
: Inggried Dwi Wedhaswary |