Jakarta -Indeks kebahagiaan bukan barang asing lagi di beberapa negara dunia. Bahkan beberapa lembaga Internasional cukup rutin melakukan survey tersebut. Tahun 2013, Badan Pusat Statistik (BPS) mengimplementasikan survei ini di Indonesia.
Namun agak berbeda dibandingkan dengan negara dan lembaga lainnya. Terutama dari sisi komponen yang menjadi indikator penyebab kebahagiaan.
Kepala BPS Suryamin menyebutkan orang Indonesia masih dalam kategori bahagia dengan level indeks 65,11%. Faktor penentunya adalah pendapatan.
"Faktor utama dari kebahagiaan di Indonesia adalah pendapatan. Selama puas dengan pendapatannya maka orang itu akan bahagia," ungkapnya dalam paparan indeks kebahagian dan ketimpangan bersama pemimpin redaksi media di Hotel Sultan, Jakarta, seperti dikutip, Kamis (17/4/2014)
Pendapatan terkait sekaligus dalam dua dimensi. Pertama adalah dimensi personal. Pendapatan dianggap mampu memenuhi kebutuhan individu. Kedua adalah sosial yang berhubungan dengan keharmonisan dalam rumah tangga.
"Kalau soal pendapatan itu langsung terkait dua dimensi sekaligus," kata Suryamin.
Pada kesempatan yang sama, Deputi Neraca dan Analisis Statistik BPS Kecuk Suharyanto menambahkan bahwa indikator ini berbeda dengan yang terjadi di negara lain. Sesuai hasil survey dari seperti Organization for Economics Cooperation and Development (OECD) atau World Happinest Report.
Ia menyatakan negara maju atau kaya di dunia ini tidak menjamin warganya akan hidup bahagia. Banyak di negara tersebut yang justru ditemukan warga yang lebih tidak bahagia.
"Negara maju itu banyak sekali orang tidak bahagia. Meskipun kaya banyak uang," ujar Kecuk.
Berbeda dengan Selandia Baru yang bukan negara kaya, tapi masuk dalam 10 besar dengan indeks kebahagiaan tertinggi. Sehingga dapat disimpulkan sebenarnya pendapatan bukan alasan utama bahagia.
"Itu contohnya, Selandia Baru negara yang bukan kaya, pendapatannya juga tidak setinggi negara lain, tapi indeks kebahagiaannya tinggi," pungkasnya.
Makin Bahagia Setelah Punya 2 Anak Ketimbang Masih Lajang
Orang Indonesia masih menjalani kehidupannya dengan bahagia dengan indeks 65,11%. Berdasarkan segmentasinya ternyata orang menikah dengan dua anak adalah kelompok paling berbahagia.
Kecuk mengatakan kondisi ini dianggap paling harmonis. Dari dimensi pribadi, sosial dan lingkungan yang menjadi patokan survey.
"Paling tinggi keharmonisan itu kehidupan berumah tangga dengan dua anak," ujarnya.
Hal ini dianggap lebih baik dibandingkan dengan kondisi dengan status lajang atau dengan hubungan menikah tapi belum memiliki anak atau dengan menikah dan memiliki anak lebih dari dua.
"Jadi yang menikah itu memang lebih bahagia dari yang bujangan. Karena beda ya, ada unsur-unsur pelengkap kebahagian dari dimensi personal dan sosial," sebutnya.
Kondisi yang tidak paling bahagia adalah saat cerai hidup. Alasannya terletak pada beban yang harus ditanggung secara moril ataupun materil dari individu. Bahan dari survei tersebut, dianggap lebih baik saat pasangannya meninggal dunia.
"Paling tidak bahagia itu memang saat cerai hidup. Hasil surveinya menyebutkan seperti itu. Banyak yang merasa lebih baik bila misalnya meninggal dunia salah satu pasangan," kata Kecuk.
Survey yang dilakukan oleh BPS sejak tahun 2013, Melibatkan sample sebanyak 9.500 orang yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia. Indeks ini masih dalam tahap percobaan. Sehingga belum bisa untuk dirinci berdasarkan provinsi.