Warga mengusung patung yang ditaruh di area titik 22 Desa Siring, dekat pusat semburan lumpur Lapindo, Porong, Selasa (27/5/2014). Patung-patung ini sengaja dipasang sebagai tanda delapan tahun semburan lumpur yang tak kunjung terselesaikan, Kamis (29/5/2014). |
JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Presiden Jusuf Kalla menyampaikan, pemerintah akan mengambil alih aset PT Minarak Lapindo Jaya jika perusahaan itu tidak membayarkan uang yang dipinjamkan pemerintah dalam kurun waktu empat tahun. Pemerintah akan meminjamkan uang supaya Lapindo bisa membayarkan kewajibannya kepada warga yang terkena dampak lumpur Lapindo.
"Sekarang Lapindo punya tanah yang sudah dilunasi seribu hektar. Itu harus dijaminkan pada pemerintah. Pemerintah kasih batas waktu empat tahun untuk dilandasi kalau nanti dibayarkan. Kalau tidak, jaminan itu harus dikuasai oleh negara," kata Kalla di Jakarta, Jumat (19/12/2014).
Ia juga menilai negara akan diuntungkan jika mengambil alih aset PT Lapindo. Jika semburan lumpur berhenti, lahan warga yang sudah dibeli Lapindo tersebut bisa bernilai tinggi. Kalla pun meyakini, semburan lumpur Lapindo akan berhenti suatu hari nanti.
"Kalau berhenti, negara untung. Kalau tak berhenti, ya tunggu sampai berhenti, bisa berhenti lima tahun mendatang. Ada kasus-kasus yang berhenti 10 tahun, 20 tahun, ada tak berhenti, tapi ini pasti berhenti," tutur Kalla.
Politikus Partai Golkar ini optimistis Dewan Perwakilan Rakyat akan menyetujui rencana pemerintah memberikan utang kepada Lapindo.
"Disetujui. MK katakan rakyat harus diselesaikan. Tak ada cara, masa rakyat dikasih menderita, toh ada jaminan," ucap dia.
Pemberian pinjaman kepada Lapindo itu akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2015. Nilai pinjaman sesuai dengan aset Lapindo, yakni Rp 781 miliar. Dengan pinjaman itu, pemerintah meminta Lapindo untuk bisa melunasi tunggakan kepada masyarakat.
Selama ini, korban dalam peta area terdampak menjadi tanggung jawab Lapindo, sedangkan ganti rugi untuk korban di luar peta area terdampak ditanggung oleh pemerintah. Namun, karena Lapindo sudah kehabisan dana, belum semua korban dalam peta area terdampak yang mendapatkan ganti rugi.
Pada Maret lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengabulkan permohonan enam korban lumpur Lapindo yang berada dalam area terdampak. Intinya, MK meminta negara—dengan kekuasaan yang dimiliki—menjamin dan memastikan pelunasan ganti rugi korban dalam peta area terdampak.
PT Minarak Lapindo Jaya sudah melunasi sebagian besar kewajiban pembayaran ganti rugi senilai Rp 3,8 triliun. Namun, masih ada kekurangan Rp 781 miliar yang belum dibayar. Lapindo berdalih tengah dilanda kesulitan keuangan. Sementara itu, pemerintah sejak 2007 hingga 2014 sudah mengeluarkan dana anggaran hingga Rp 9,53 triliun untuk membiayai Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo.