Foto : Istimewa |
Sesuai PP, guru memang memiliki kebebasan dalam mendisiplinkan siswa didiknya. Tetapi sanksi yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan kaidah pendidikan, dan kode etik guru.
JAKARTA – Guru tidak boleh lagi mendidik siswa dengan kekerasan fisik. Kementerian Pendidikan dan kebudayaan akan mengeluarkan panduan yang berisi teknik-teknik baru mendisiplinkan siswa.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Rasyid Baswedan mengatakan tersebut terkait dengan terjadinya sejumlah kasus pemidanaan guru yang dilakukan orang tua siswa ke pihak kepolisian karena tindak kekerasan yang dilakukan guru.
Secara tegas Anies meminta agar guru-guru mengubah cara mendidik dan mendisiplinkan siswa di sekolah. Meskipun saat ini ada Peraturan Pemerintah (PP) 74, yang menyatakan bahwa guru memiliki kebebasan dalam mendisiplinkan siswa didiknya. Tetapi sanksi yang diberikan kepada siswa harus sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru dan aturan perundangan.
“Jadi guru jangan mengartikan kebebasan tanpa batas, guru- guru sekarang harus bekerja dengan cara yang berbeda di masa lalu,” kata di Jakarta, kemarin.
Anies menambahkan, guru- guru harus memahami, bahwa perlindungan anak diatur dalam UU nomor 35 tahun 2014, pasal 54, tentang perlindungan anak. Bahwa anak di dalam dan luar sekolah harus mendapat perlindungan fisik, psikis, seksual dari pendidik, peserta didik dan pihak lain. “Jadi sekarang jika ada UU yang mengatakan begitu, ya jangan melakukan kekerasan,” ujarnya.
Terkait dengan semakin maraknya tindak kekerasan yang dilakukan guru kepada siswa tersebut, Kemdikbud akan menyusun buku panduan, yang berisi teknik-teknik baru untuk mendisiplinkan anak.
Anies mengungkap data, bahwa di 125 negara hukuman fisik di sekolah sudah ilegal. Mulai dari Eropa sampai ke timur seperti Tiongkok, Jepang, Taiwan, di semua negara dilarang melakukan hukuman fisik.
“Kalau hukuman fisik dibilang efektif itu zaman kolonial. Ki Hajar Dewantara sudah mengatakan ini sejak lama sekali,” tegasnya.
Ia juga mengajak agar seluruh pihak, baik guru dan orang tua mendisiplinkan anak dengan pendekatan persuasif.
Anies mengimbau kepada orang tua agar kasus kekerasan dengan kategori tidak berlebihan agar diselesaikan melalui jalur pendidikan, bukan jalur hukum. “Jadikan ini sebagai peristiwa pendidikan, meski bisa saja diselesaikan secara hukum, tapi baiknya kita bijaksana,” kata Anies.
Anies mempersilakan agar orang tua murid yang anaknya menerima tindak kekerasan ringan dari guru agar mengawal pengaduan ke kepala sekolah, lalu ke dinas pendidikan, dewan pendidikan, sampai pada Kemdikbud jika memang respon dari tahap sebelumnya tidak memuaskan.
Meski begitu, bukan berarti semua kekerasan harus diselesaikan di jalur pendidikan. Ada kategori kekerasan berat, dan berulang yang harus diselesaikan di jalur hukum. Termasuk di antaranya kekerasan seksual.
“Justru kepala sekolah harus mengambil penilaian, kebijaksanaan untuk menetapkan ini sudah melewati batas atau belum,” ungkapnya.
Harus Berubah
Dirjen Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud, Sumarna Surapranata mengatakan bahwa metode mendisiplinkan siswa harus berubah. “Pendidikan dulu dengan sekarang sudah beda caranya,” tegasnya.
Mendisiplinkan anak dengan cara mencubit, berpotensi bermasalah secara hukum. “Tentu saja pendidikan itu tidak harus dilakukan seperti itu. Alam sudah berbeda,” ujar Pranata.
Ia mencontohkan, di Maluku Utara seorang guru tua memberikan rotan yang ada mutiara hitam untuk mendidik anaknya. Padahal tanpa rotan anak bisa dididik baik. “Jadi memang kalo kekerasan fisik sudah tidak boleh lagi dilakukan,” tegasnya.
Terkait dengan pasal perlindungan guru yang ada di pasal 39 PP 74 tahun 2008, menurut Pranata berlaku selama guru tidak melakukan kekerasan fisik. “Kami juga melakukan perlindungan sesuai koridor hukum tapi alangkah lebih baik kalau guru dan orang tua saling melaporkan,” ujar Pranata.