Seorang petani memilih tanaman padi yang masih bisa digunakan akibat kekeringan (FOTO ANTARA/Marifka Wahyu Hidayat) |
Jakarta (ANTARA News) - Kemarau 2012 adalah kemarau yang kering, berbeda dengan kemarau 2011 dan 2010 yang merupakan kemarau basah, kata Deputi Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Prof Dr Thomas Djamaluddin.
"Sebab utama kemarau kering adalah berkurangnya curah hujan dan minimnya massa uap air akibat mendinginnya laut di sebagian besar wilayah Indonesia," kata pakar atmosfer ini di Jakarta, Selasa.
Data satelit menunjukkan pada akhir Agustus 2012, suhu permukaan laut di sekitar Indonesia lebih dingin dari rata-rata, sehingga pembangkitan uap air di wilayah Selatan Indonesia menjadi sangat minim, di bawah rata-rata sehingga menyebabkan kemarau 2012 menjadi kemarau yang kering.
Djamal juga membantah banyaknya pemberitaan bahwa kemarau kali ini merupakan kemarau berkepanjangan, karena menurut dia saat ini normalnya memang masih musim kemarau.
Data curah hujan dari satelit TRMM menunjukkan di sebagian wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi selama Agustus sampai awal September curah hujan memang di bawah rata-rata.
"Musim kemarau di Indonesia adalah kondisi periodik tahunan yang terjadi ketika matahari berada di belahan utara, yang normalnya terjadi antara Juni-Agustus," ujarnya.
Ia menjelaskan, wilayah pertemuan angin dari belahan Selatan yang dingin dengan angin dari belahan Utara yang hangat menyebabkan terjadinya pembentukan awan yang aktif yang dinamakan ITCZ (Intertropical Convergence Zona atau Zona Penyatuan Wilayah Tropis) yang sering juga disebut oleh para pelaut sebagai `Doldrums`.
ITCZ mencapai posisi paling Utara sekitar bulan Juli yang dari segi waktu merupakan puncak musim kemarau, ujarnya.
Dengan bergesernya daerah konvergensi ke Utara, maka daerah pembentukan awan di wilayah Indonesia juga berkurang, ujarnya, dengan demikian ini menyebabkan berkurangnya hujan saat musim kemarau. Selanjutnya, ITCZ akan kembali bergeser ke Selatan secara perlahan.
"Sampai awal September ini ITCZ masih berada di Utara wilayah Indonesia, Itu pula sebabnya peluang hujan masih rendah di wilayah Indonesia karena daerah pembentukan awan masih di luar wilayah Indonesia," lanjutnya.
Efek kekeringan, menurut dia, bukan hanya disebabkan bergesernya daerah pembentukan awan secara reguler ke Utara atau ke Selatan, tetapi yang juga harus diperhatikan adalah massa uap air yang dibangkitkan oleh pemanasan laut di sekitar Indonesia.
Ketika laut di wilayah Indonesia relatif lebih dingin dari rata-rata, maka peluang pembentukan uap air pun menjadi minim, ujarnya.
"Kapan akan berakhir musim kemarau? September-November adalah masa peralihan ketika matahari mulai bergerak ke Selatan. Itulah musim pancaroba, peralihan dari musim kemarau ke musim hujan."
"ITCZ mulai bergeser ke Selatan. Daerah pembentukan awan mulai kembali memasuki Indonesia yang menandai berakhirnya musim kemarau," katanya.
Secara normal Desember-Februari akan menjadi musim hujan, ujarnya, namun, bila kondisi suhu permukaan laut di sekitar Indonesia masih relatif dingin di tambah efek El Nino lemah yang ditandai dengan suhu permukaan laut di Pasifik yang relatif tinggi, maka massa uap air pembentuk awan cenderung berkurang juga.
"Kalau itu masih terjadi, maka diprakirakan akhir musim kemarau pada umumnya agak tertunda," tambahnya.
(ANT)
Editor: AA Ariwibowo