Lutfy Mairizal Putra| Agun Gunandjar Sudarta diperiksa sebagai saksi di KPK terkait proyek pengadaan e-KTP, Jakarta, Rabu (19/10/2016)
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Ketua Komisi II, Agun Gunandjar, terkait kasus pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Agun diperiksa untuk kedua kalinya sebagai saksi untuk tersangka mantan Direktur Jenderal Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil), Irman, dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto.
"Masalahnya masih sama, pembahasan anggaran proyek e-KTP tahun anggaran 2011-2012," kata Agun, di Kantor KPK, Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Agun mengatakan, kedatangannya memberikan kesaksian agar persoalan dugaan korupsi e-KTP dapat segera tuntas.
Pada tahun 2012, lanjut Agun, ia baru menduduki jabatan Ketua Komisi II DPR.
"Jujur ya, saya tahun 2012 baru masuk. Saya tidak ingin masuk terlalu jauh. Biarlah nanti di penyidikan. Pada akhirnya, nanti akan diumumkan," ucap Agun.
Saat ditanya apakah penyidik menanyakan perusahahaan PT Quadra Solution yang memenangi tender e-KTP, Agun mengaku tidak ada pertanyaan itu.
Ia juga mengaku tidak mengenal dengan perusahaan tersebut.
"Tidak ada. Saya tidak tahu (PT Quadra Solution)," ujar Agun.
Konsorsium PNRI (Percetakan Negara RI) merupakan pemenang tender proyek e-KTP yang bernilai Rp 6 triliun.
Konsorium proyek ini terdiri dari PNRI serta lima perusahaan BUMN dan swasta, yakni Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN Industri, PT Sucofindo, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Artha Putra.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Irman ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga melakukan penyalahgunaan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain.
Dia diduga menggelembungkan anggaran (mark up) saat menjabat sebagai pelaksana tugas Dirjen Dukcapil dan Dirjen Dukcapil.
Menurut KPK, proyek pengadaan KTP elektronik tersebut senilai Rp 6 triliun.
Sementara, kerugian negara yang ditimbulkan mencapai Rp 2 triliun.
Penulis: Lutfy Mairizal Putra
Editor: Inggried Dwi Wedhaswary