ilustrasi |
JAKARTA, KOMPAS.com - Konferensi Wali Gereja Indonesia yang mewadahi gereja-gereja Katolik di Indonesia menyatakan keprihatinan atas keputusan pemerintahan Joko Widodo yang akan melakukan eksekusi mati terhadap enam orang terpidana kasus narkoba. Eksekusi akan dilakukan Kejaksaan Agung pada Minggu (18/1/2015) mendatang.
"Gereja Katolik prihatin atas sikap pemerintah Indonesia yang masih menerapkan hukuman mati walaupun masih banyak publik menolak eksekusi itu," demikian siaran pers Komisi Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran Perantau Konferensi Wali Gereja Indonesia, Jumat (16/1/2015).
Tentangan keras terhadap hukuman mati didasarkan pada keyakinan gereja bahwa tidak seorang pun berhak menghilangkan nyawa orang lain, termasuk negara. Hak hidup adalah hak yang paling mendasar yang diberikan oleh Sang Pencipta. Oleh sebab itu, gereja selalu membela kehidupan. Dalam siaran pers itu disebutkan, gereja menilai, penjahat kelas kakap sekalipun mempunyai hak untuk hidup. Negara sebagai pelindung rakyat pun harus memberikannya.
Hak untuk hidup adalah hak universal dan tidak dapat diperdebatkan lagi. Gereja menganggap, penegakan hukum di Indonesia masih diliputi persoalan. Mulai dari salah tangkap, salah hukum, hukuman yang tak sebanding dengan kesalahannya dan lain-lain. Penegakan hukum pun banyak diintervensi kepentingan politik dan mafia peradilan.
"Apakah Presiden bisa menjamin proses peradilan sampai pada akhirnya divonis mati sungguh-sungguh adil, transparan, bebas dari permainan dan berdasarkan kebenaran? Hal –hal ini harus pasti dulu karena menyangkut hidup mati manusia. Jangan sampai Negara salah dan menghukum orang yang tidak seharusnya," demikian pandangan KWI.
Menurut KWI, hukuman mati sebenarnya menggambarkan kegagalan suatu negara dalam membina narapidananya. Lembaga Pemasyarakatan yang seharusnya berfungsi agar napi menyesal dan menjadi orang baik, tidak terjadi.
Berdasarkan keprihatinan itu, gereja Katolik mendesak pemerintahan Joko Widodo untuk menghapus hukuman mati karena tidak memiliki dampak apa-apa untuk terwujudnya penegakan hukum yang bermartabat dan keadilan. Sebagai penggantinya, hukuman maksimal bisa diberikan berupa hukuman penjara seumur hidup sebagaimana diatur dalam KUH Pidana Republik Indonesia tanpa pengampunan hingga si pelaku meninggal dunia.
Sebelumnya diberitakan, Kejagung akan menghukum mati enam terpidana kasus narkotika. Satu terpidana warga negara Indonesia.