Komisaris Jenderal Budi Gunawan hadir dalam sidang paripurna penetapan calon Kepala Polisi Republik Indonesia (Kapolri) di Gedung Nusantara II DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/1/2015). Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri meski Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial berharap hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menangani dan memutus gugatan praperadilan yang diajukan Komjen Pol Budi Gunawan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara adil. Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus mengatakan, hakim tidak boleh menjadikan pandangan pihak-pihak tertentu di luar fakta persidangan sebagai bahan pertimbangan dalam memutus gugatan ini.
Sidang perdana gugatan praperadilan Budi Gunawan akan berlangsung di PN Jakarta Selatan pada hari ini, Senin (2/2/2015).
"Jangan ada ada pengaruh intervensi politik, publik, atau intervensi dari pihak mana pun. Kode etik kehakiman harus dijalankan secara jujur, fair dan adil," kata Komisioner KY Jaja Ahmad Jayus saat dihubungi Kompas.com, Senin pagi.
Ahmad menekankan, seorang hakim harus menyertakan alasan berdasarkan logika hukum dalam menyusun pertimbangan atas sebuah perkara. Jika hakim memasukkan pandangan di luar persidangan dalam pertimbangannya, kata Jaja, putusan yang dihasilkan akan menimbulkan ketidakpuasan pada salah satu pihak.
"Jadi harus jernih dalam berpamdangan sesuai kacamata hukum. Tidak boleh fakta di luar persidangan dimasukkan di dalam pandangan. Harus ada landasan hukum yang reasonable dalam mengambil pandangannya," papar Jaja.
Sebelumnya, Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus dugaan korupsi berupa penerimaan hadiah atau janji selama menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia Polri periode 2003-2006 dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menjerat Budi dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat 2, serta Pasal 11 atau Pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup jika terbukti melanggar pasal-pasal itu.
Atas penetapan tersangka ini, melalui pengacaranya, Razman Nasution, Budi mengajukan gugatan praperadilan di PN Jakarta Selatan.