Ilustrasi
JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial (KY) mengakui adanya penurunan angka jumlah hakim bermasalah yang diajukan ke sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) pada tahun ini, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Namun, penurunan angka ini diminta untuk tidak menjadi acuan bahwa perilaku hakim sudah semakin baik.
"Melihat tren yang terjadi, memang terdapat penurunan kuantitas sejak tiga tahun terakhir. Namun, kita tidak bisa mengambil simpulan terlalu cepat untuk menyatakan bahwa hakim makin baik perilakunya," kata Farid melalui keterangan tertulisnya, Kamis (29/12/2016).
Pernyataan tersebut disampaikan Komisioner KY, Farid Wajdi, menanggapi hasil catatan Mahkamah Agung (MA) yang dipaparkan dalam konferensi pers refleksi akhir tahun di Kompleks MA, Jakarta, kemarin, Rabu (28/12/2016).
MA menyebutkan bahwa jumlah hakim yang disidangkan MKH pada 2014 sebanyak 13 orang, kemudian pada 2015 sebanyak enam orang, dan per 27 Desember 2016 hanya berjumlah tiga orang.
Kemudian, MA menyebut bahwa sepanjang 2016 hanya dua orang hakim dipecat alias diberhentikan dengan hormat. Jumlah ini lebih sedikit dibanding 2015 yang sebanyak enam orang.
Farid mengatakan, Tim Analisis Media KY mencatat, sepanjang 2016 saja terdapat 28 pejabat pengadilan yang bermasalah dan kasusnya mencuat ke media.
Rinciannya, lima orang yang bermasalah itu merupakan pejabat pengadilan nonhakim dan 23 orang lainnya merupakan hakim.
Selain itu, lanjut Farid, sejak Februari 2016 hingga awal September 2016 masih ada aparat pengadilan, khususnya hakim, yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Begitu juga dengan catatan laporan pengaduan di internal KY mengenai dugaan pelanggaran kode etik hakim. Farid mengatakan, jumlahnya tidak jauh berbeda dari tahun sebelumnya.
"Sehingga, penurunan dari jumlah MKH tidak bisa jadi acuan," kata dia.
Farid juga mengakui bahwa jumlah hakim bermasalah dan disidangkan dalam MKH semakin menurun pasca-kenaikan gaji hakim melalui PP 94/2012. Namun, bukan berarti kebijakan ataupun sistem yang diterapkan sudah tepat.
"Signifikansi PP 94/2012 tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim dalam berkontribusi menekan kebutuhan hakim untuk bertindak buruk memang benar adanya. Tapi, apakah ia (kenaikan gaji menjadi) satu-satunya solusi lantas semua masalah selesai? Tentu saja tidak," ujar Farid.