Leher Bocah Diikat Rantai Besi Selama 8 Tahun

Author : Administrator | Saturday, January 07, 2012 11:56 WIB
Bocah T yang lehernya dirantai selama 8 tahun (Reza Putra| Cirebon)

VIVAnews - Mata bocah itu berpindah cepat melihat kondisi di sekelilingnya. Sesekali ia meronta, berusaha kabur dari belenggu yang melingkari lehernya, sambil berteriak-teriak dengan suara gagu. Umurnya kini 12 tahun, namun ia tak bisa berbicara sepatah kata pun.

Nasib T, nama bocah itu, warga Desa Banjarwangunan, Kecamatan Mundu, Kabupaten Cirebon memang tak seberuntung anak-anak sebayanya.

Putra bungsu  dari pasangan Marzuki (57) dan Nenti (45) ini dipasung selama 8 tahun di ruang tamu rumahnya. Lehernya dilingkari tali besi yang diikatkan di sebuah kursi berat. Dunia T hanya ada di sekitar kursi itu. Makan, tidur, hingga buang air dilakukannya di sana. Terkadang, jika sedang rewel, kakinya pun diikat tambang.

Kedua orang tuanya mengaku tak punya pilihan. "Berbagai cara sudah ditempuh, mulai dari paranormal, tabib, hingga dokter Puskesmas, tapi tetap saja tidak kunjung sembuh," kata ayahnya, Marzuki, yang bekerja sebagai buruh tani, Sabtu 7 Januari 2012.
 
Dia menceritakan putranya menderita gangguan jiwa setelah mengalami kesurupan saat memancing di kolam kebun belakang rumahnya. "Umur 4 tahun T kesurupan, malamnya badan dia panas tinggi, lalu jiwanya terganggu sampai sekarang. Kami hanya bisa pasrah dengan keadaan ini dan semoga ada dermawan yang mau membantu kami," ungkap Marzuki.

Dia mengaku belum ada pihak pemerintah yang datang menjenguk ke rumahnya yang sangat sederhana, apalagi memberikan solusi. "Baru wartawan yang datang ke sini," kata dia.

Dihubungi VIVAnews.com, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait, mengatakan berdasarkan UU Perlindungan Anak, pemasungan atau tindakan yang dilakukan pada T adalah bentuk perampasan kemerdekaan anak. "Sekalipun dia dinyatakan secara medis menderita gangguan jiwa," kata dia.

Aris menduga apa yang dilakukan orang tua T adalah bentuk frustrasi. "Karena beban ekonomi. Untuk itulah pemerintah setempat seharusnya mengambil alih permasalahan tersebut dengan memeriksakan dia ke rumah sakit atau menempatkannya di rumah sakit jiwa," kata dia.

Untuk masalah sosial seperti itulah, Aris menambahkan, ada anggaran sosial dalam APBN, juga APBD. Jika pihak pemerintah tak melakukan apapun, orang tua bisa berinisiatif melapor ke desa, lalu kecamatan, untuk diteruskan ke kabupaten.

Menurut Aris, apa yang dialami bocah T bukan kali pertama terjadi. "Ada banyak sekali anak dipasung," kata dia.

Investigasi Komnas Perlindungan Anak di Sukabumi, pernah menemukan 15 anak yang dipasung. "Ternyata tidak semuanya gangguan jiwa, ada yang hiperaktif, autis, juga kurang gizi sewaktu kecil sehingga mengalami gangguan psikologi," jelas dia.

Anak-anak malang itu lalu dilepaskan dari belenggu pasung. "Kami lepaskan dan minta pertanggungjawaban pemerintah. Ternyata, setelah dirawat intensif, kondisi mereka membaik," tambah dia. (Laporan: Reza Putra, Cirebon | kd)

من المقطوع: http://nasional.vivanews.com
Shared:

Comment

Add New Comment


characters left

CAPTCHA Image


Shared: