VIVAnews - Mahkamah Agung mengabulkan permohonan dari sejumlah advokat yang menggugat kode etik hakim. Mahkamah Agung pun memutuskan untuk menghapus 8 kode etik hakim.
Menanggapi putusan majelis hakim Mahkamah Agung tersebut, Komisi Yudisial menyatakan kekecewaannya.
"Berdasarkan rapat pleno KY, mengenai putusan, meskipun kecewa dengan isinya, KY akan menghormati dan melakukan koordinasi dengan Mahkamah Agung," kata Juru Bicara KY, Asep Fajar dalam keterangan tertulis, Selasa, 14 Februari 2012.
Meski demikian, Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung, berdasarkan Peraturan MA, akan menindaklanjuti putusan tersebut dalam jangka waktu 90 hari. "Sebelum putusan serta merta berlaku bila tidak ada tindak lanjut," ungkapnya.
Komisi Yudisial juga menyesalkan aturan yang tidak jelas dan prosesnya yang tidak transparan mengenai prosedur acara judicial review.
"Sehingga sebagai pihak termohon sama sekali tidak diberi informasi memadai, apalagi dipanggil untuk dimintai keterangan. KY hanya dapat informasi saat ada permohonan September lalu dan saat putusan keluar," kata Asep.
Komisi Yudisial akan melakukan kajian terhadap majelis hakim yang memutus perkara tersebut. "Apakah ada atau tidak potensi konflik kepentingan dan tindakan lainnya, sebagaimana diatur atau dilarang dalam kode etik dan pedoman perilaku hakim dalam kasus ini," pungkasnya.
Seperti diketahui, Mahkamah Agung menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4 serta butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4 Keputusan Bersama Ketua MA dan Ketua KY 8 April 2009 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim tidak sah dan tidak berlaku untuk umum.
Dalam putusan itu juga memerintahkan agar Ketua MA dan Ketua KY segera mencabut 8 kode etik hakim itu.
Kode etik hakim ini digunakan Komisi Yudisial dalam menilai perilaku kode etik hakim yang menangani perkara pembunuhan berencana dengan terpidana Antasari Azhar. (umi)
• VIVAnews