Pengunjuk rasa membawa poster menyerukan pemerintah Indonesia untuk menunda eksekusi terhadap terpidana mati asal Filipina yaitu Mary Jane Veloso, dalam aksi di luar Kedutaan Besar Indonesia di Makati, Manila, Filipina, 26 April 2015. |
JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan pemerintah menunda eksekusi mati terhadap terpidana mati narkoba asal Filipina, Mary Jane Veloso, memberikan peluang bagi Jane untuk terhindar dari eksekusi. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gajah Mada UGM Eddy O.S Hiariej mengatakan, masih terbuka kemungkinan bagi Mary Jane untuk mengajukan peninjauan kembali dengan menjadikan kesaksiannya dalam persidangan perekrutnya di Filipina sebagai bukti baru atau novum.
Upaya hukum itu tidak akan menghapus hukuman terhadap Mary Jane, tetapi bisa jadi akan meringankan.
"Mungkin dikurangi jadi seumur hidup atau 20-30 tahun. Bisa sangat mungkin," kata Eddy, saat dihubungi, Kamis (29/4/2015).
Mary Jane telah mengajukan dua kali PK dan grasi kepada Presiden Joko Widodo. Namun, semua permohonan tersebut ditolak. PK masih bisa diajukan kembali karena tak ada pembatasan pengajuan.
Dalam persidangan kasusnya, Mary Jane konsisten mengaku tidak mengetahui bahwa koper yang dititipkan kepadanya berisi 2,6 kilogram heroin. Saat itu, ia mengaku bahwa koper tersebut bukan miliknya, melainkan milik Maria Kristina.
"Jika dalam putusan pengadilan dinyatakan bahwa Mary Jane bukan pelaku utama, maka bisa dijadikan novum. Jadi menunggu dulu keputusan pengadilan di Filipina bagaimana," ujar Eddy.
Kejaksaan Agung menunda eksekusi mati terhadap Mary Jane yang sedianya dilakukan pada Rabu (29/4/2015) dini hari. Penundaan dilakukan karena Pemerintah Filipina membutuhkan kesaksian Mary Jane setelah tersangka perekrut Mary Jane, Maria Kristina Sergio, menyerahkan diri kepada kepolisian Filipina, Selasa (28/4/2015).
Pada Maret lalu, Badan Pemberantasan Narkoba Filipina (PDEA) pernah memeriksa Mary Jane di Indonesia. Saat itu, Mary Jane memberikan pernyataan di bawah sumpah terkait proses perekrutan dirinya dan orang yang memberinya tas berisi heroin seberat 2,6 kilogram yang membuatnya ditangkap aparat keamanan Indonesia.
Kepada petugas PDEA, Mary Jane mengatakan, dia bertemu dengan Maria Kristina dan Ike di Petaling Jaya, Malaysia. Sebelumnya, kedua orang itu menjanjikan pekerjaan sebagai PRT untuk Mary Jane di Malaysia. Namun, keduanya menyuruh Mary Jane pergi ke Indonesia dan Ike memberinya sebuah tas yang ternyata berisi heroin.